Sayidah Maryam dan Hidangan Surga
“Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata, ‘Hai Maryam, dari mana kamu mempe...
https://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2013/04/sayidah-maryam-dan-hidangan-surga.html
“Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata, ‘Hai Maryam, dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?’ Maryam menjawab, ‘Makanan itu dari sisi Allah.’ Sesungguhnya Allah memberi rizqi kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.” – QS Ali Imran: 37.
Sayyidah Maryam, yang disebut-sebut dalam kisah Zakaria, adalah anak tunggal Imran, salah seorang pemuka dan ulama Bani Israil. Ibunya, saudara ipar Nabi Zakariya, sejak bersuamikan Imran, belum merasakan kebahagiaan memperoleh anak.
Sang ibu tentu merasa, hidup tanpa anak adalah sunyi dan membosankan. Ia sangat mendambakan keturunan, untuk menjadi pengikat yang kuat dalam kehidupan bersuami-istri, pelipur duka, dan pembawa suka dalam kehidupan keluarga. Saat melihat seorang ibu mengandung bayinya atau burung memberi makan kepada anaknya, ia merasa iri hati dan itu terus menjadi kenangan yang tak kunjung lepas dari ingatannya.
Tahun demi tahun berlalu, usia makin hari makin lanjut, namun keinginan tetap tinggal keinginan dan idam-idaman tetap tidak menjelma menjadi kenyataan. Berbagai cara dicobanya dan berbagai nasihat dan petunjuk orang diterapkannya, tapi belum juga membawa hasil. Dan setelah segala daya upaya yang bersumber dari kepandaian dan kekuasaan manusia tidak membawa buah yang diharapkan, sadarlah istri Imran bahwa hanya Allah Yang Berkuasa memenuhi keinginannya dan sanggup mengaruniainya dengan seorang anak yang didambakan, walaupun rambutnya sudah beruban dan usianya sudah lanjut.
Ia pun bertekad membulatkan harapannya hanya kepada Allah, bersujud siang dan malam, dengan penuh khusyu’ dan kerendahan hati, bernadzar dan berjanji kepada Allah, bila permohonannya dikabulkan, ia akan menyerahkan dan menghibahkan anaknya ke Baitul Maqdis untuk menjadi pelayan, penjaga, dan pemelihara rumah suci itu dan sesekali tidak akan mengambil manfaat dari anaknya untuk kepentingan dirinya atau kepentingan keluarganya.
Tetap Yakin
Harapan istri Imran yang dibulatkan kepada Allah tentu tidak sia-sia. Allah menerima dan mengabulkan permohonannya. Bahkan telah disuratkan dalam takdir-Nya bahwa suami-istri Imran akan menurunkan seorang nabi besar.
Maka tanda-tanda permulaan kehamilan yang dirasakan oleh setiap perempuan yang mengandung tampak pada istri Imran, yang lama-kelamaan merasa gerakan janin di dalam perutnya yang makin membesar. Alangkah bahagia si istri yang sedang hamil itu, idam-idamannya itu akan menjadi kenyataan dan kesunyian rumah tangganya akan terpecah ketika bayi yang dikandungkan itu lahir.
Ia bersama suami mulai merencanakan apa yang akan diberikan kepada bayi yang akan datang itu. Jika mereka sedang duduk berduaan, tak ada yang diperbincangkan selain soal bayi yang akan dilahirkan. Suasana suram sedih yang selalu meliputi rumah tangga Imran berbalik menjadi riang gembira, wajah sepasang suami-istri itu menjadi berseri-seri, tanda suka cita dan bahagia dan rasa putus asa yang mencekam hati mereka berdua berbalik menjadi rasa penuh harapan akan hari kemudian yang baik dan cemerlang.
Manusia merancang, Tuhan menentukan. Demikian kata orang bijak. Imran, yang sangat dicintai dan disayangi oleh istrinya dan diharapkan akan menerima putra pertamanya serta mendampinginya di kala ia melahirkan, wafat, dan tinggallah istrinya seorang diri dalam keadaan hamil tua.
Rasa sedih ditinggalkan oleh sang suami, bercampur dengan rasa sakit dan letih yang didahului kelahiran si bayi, menimpa istri Imran di saat-saat dekatnya masa melahirkan.
Dan setelah segala persiapan untuk menyambut kedatangan bayi telah dilakukan dengan sempurna, lahirlah sang bayi dari kandungan ibunya dan menghirup udara bebas.
Namun agak kecewalah si ibu, janda Imran, setelah mengetahui bahwa bayi yang lahir itu adalah seorang putri, sedangkan ia menanti seorang putra, yang telah dijanjikan dan dinadzarkan untuk dihibahkan kepada Baitul Maqdis.
Dengan suara lirih, berucaplah ia seraya menghadapkan wajahnya ke atas, “Wahai Tuhanku, aku telah melahirkan seorang putri, sedangkan aku bernadzar akan menyerahkan seorang putra yang lebih layak menjadi pelayan dan pengurus Baitul Maqdis.” Tapi ia tetap yakin, Allah akan mendidik putrinya itu dengan pendidikan yang baik.
Menyediakan Segala Sesuatu
Tatkala bayi Maryam diserahkan oleh ibunya kepada pengurus Baitul Maqdis, para rahib berebutan, masing-masing ingin ditunjuk sebagai wali yang bertanggung jawab atas pengawasan dan pemeliharaan Maryam.
Karena tidak ada yang mau mengalah, terpaksalah diundi di antara mereka, dan akhirnya undian jatuh kepada Nabi Zakariya AS.
Nabi Zakariya AS, bersama istrinya, kemudian memelihara bayi perempuan itu, Sayyidah Maryam, dengan penuh kasih sayang.
Tindakan pertama yang diambil Zakariya sebagai petugas yang diwajibkan menjaga keselamatan Maryam ialah menjauhkannya dari keramaian sekeliling dan dari jangkauan para pengunjung yang tiada henti-hentinya berdatangan ingin melihat dan menjenguknya.
Maryam pun ditempatkan di sebuah kamar di atas atap Baitul Maqdis yang tinggi yang tidak dapat dicapai melainkan dengan menggunakan sebuah tangga.
Zakariya merasa bangga dan bahagia, beruntung memenangkan undian memperoleh tugas mengawasi dan memelihara Maryam. Ia mencurahkan cinta dan kasih sayangnya sepenuhnya kepada Maryam, sebagai ganti anak kandungnya yang tidak kunjung datang.
Tiap ada kesempatan, ia datang menjenguknya, melihat keadaannya, mengurus keperluannya, dan menyediakan segala sesuatu yang membawa ketenangan dan kegembiraan baginya. Tidak satu hari pun Zakariya pernah meninggalkan tugasnya menjenguk Maryam.
Dari Sisi Allah
Rasa cinta dan kasih sayang Zakariya terhadap Maryam sebagai anak saudara istrinya yang ditinggalkan ayahnya meningkat menjadi rasa hormat dan ta’zhim tatkala terjadi suatu peristiwa yang menandakan bahwa Maryam bukanlah gadis biasa sebagaimana gadis-gadis yang lain, melainkan ia adalah wanita pilihan Allah untuk suatu kedudukan dan peranan besar di kemudian hari.
Ketika Maryam telah menjadi gadis remaja, Zakariya membangunkan sebuah bangunan untuk Maryam berupa sebuah mihrab (kamar khusus) di dalam Baitul Maqdis. Kamar itu dimaksudkan sebagai tempat Maryam beribadah kepada Allah untuk menyempurnakan nadzar Hannah, ibu Maryam, yang telah diputuskan atas dirinya.
Maka mulailah Maryam menempati kamar itu untuk beribadah kepada Allah, Yang Maha Esa. Siang hari ia berpuasa dan malamnya ia beribadah.
Zakariya membiarkan Maryam di kamar itu sendirian sampai tiba saatnya ketika ia harus mengirimkan makanan dan minuman untuknya.
Begitulah kehidupan yang berlaku atas diri Maryam hari demi hari.
Setiap datang ke kamar Maryam untuk membawakan makanan dan minuman buat Maryam, Zakariya melihat seonggok buah musim panas di waktu musim dingin, dan buah musim dingin di waktu musim panas. Nabi Zakariya bertanya-tanya di dalam hatinya, dari mana datangnya buah-buahan musim panas itu, padahal mereka masih berada dalam musim dingin.
Ia tidak sabar menanti kemenakannya selesai bersembahyang, ia lalu mendekatinya dan bertanya kepadanya, “Dari mana engkau peroleh (makanan) ini?”
Maryam menjawab, “Makanan ini datang dari sisi Alah. Ini adalah pemberian Allah yang aku dapat tanpa kucari dan aku minta. Di waktu pagi di kala matahari terbit, aku mendapati, rizqiku ini sudah berada di depan mataku, demikian pula bila matahari terbenam di waktu senja. Mengapa Paman merasa heran dan takjub? Bukankah Allah berkuasa memberikan rizqi-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan?”
Kisah ini juga disebutkan dalam Al-Qur’an, “Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata, ‘Hai Maryam, dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?’
Maryam menjawab, ‘Makanan itu dari sisi Allah’. Sesungguhnya Allah memberi rizqi kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.” – QS Ali Imran: 37.
Segala Jenis Buah-buahan
Tahun demi tahun berlalu. Datanglah masa paceklik menimpa Bani Israel. Makanan dan minuman sulit didapat, sehingga tak sedikit penduduk yang kelaparan.
Keluarlah Nabi Zakariya menemui kaumnya dan berseru, “Hai Bani Israil, ketahuilah, demi Allah, sesungguhnya aku sudah tua dan lemah untuk menanggung anak perempuan Imran. Maka siapakah di antara kalian yang bersedia memelihara Maryam sepeninggalku, mencukupi baginya makanan dan minuman sampai ia dapat menyelesaikan ibadahnya kepada Allah sebagaimana nadzar ibunya?”
Pengundian pun dilakukan dan jatuh pada seorang yang shalih, sepupu Maryam sendiri, seorang tukang kayu yang bernama Yusuf. Banyak pemberian Allah kepada Yusuf An-Najjar sebagai keberkahan dan kemuliaan bagi Maryam dari Allah, Tuhannya. Dan setiap kali Yusuf datang ke kamar Maryam untuk mengirim makanan dan minuman, ia melihat di sisi Maryam sebagaimana yang dilihat Nabi Zakariya sebelumnya, yaitu karunia Allah kepada Maryam, berupa segala jenis buah-buahan segar.
Sumber: http://www.majalah-alkisah.com