Sikap NU Terhadap Syiah
Sejak didirikan pertama kali pada 31 Januari 1926, melalui pendirinya Hadratus Syeikh KH. Hasyim Asy’ari NU mengeluarkan rambu-rambu peri...
https://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2012/01/sikap-nu-terhadap-syiah.html?m=0
Sejak didirikan pertama kali pada 31 Januari 1926, melalui pendirinya Hadratus Syeikh KH. Hasyim Asy’ari NU mengeluarkan rambu-rambu peringatan terhadap paham Syi’ah. Peringatan tersebut dikeluarkan agar warga NU ke depan berhati-hati menyikapi fenomena perpecahan akidah. Meski pada masa itu aliran Syi’ah belum sepopuler sekarang, akan tetapi KH. Hasyim Asya’ari memberi peringatan kesesatan Syi’ah melalui berbagai karyanya.
Karya-karya tersebut diantaranya:
1. Muqaddimah Qanun Asasi li Jam’iyyah Nahdlatul Ulama
2. Risalah Ahlu al-Sunnah wal Jama’ah
3. al-Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyid al-Mursalin
4. Al-Tibyan fi Nahyi ‘an Muqatha’ah al-Arham wa al-Aqrab wa al-Akhwan
Karya-karya tersebut diantaranya:
1. Muqaddimah Qanun Asasi li Jam’iyyah Nahdlatul Ulama
2. Risalah Ahlu al-Sunnah wal Jama’ah
3. al-Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyid al-Mursalin
4. Al-Tibyan fi Nahyi ‘an Muqatha’ah al-Arham wa al-Aqrab wa al-Akhwan
KH. Hasyim Asy’ari, dalam kitabnya “Muqaddimah Qanun Asasi li Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’” memberi peringatan kepada warga nahdliyyin agar tidak mengikuti paham Syi’ah. Menurutnya, madzhab Syi’ah Imamiyyah dan Syi’ah Zaidiyyah bukan madzhab sah. Madzhab yang sah untuk diikuti adalah Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Beliau mengatakan: “Di zaman akhir ini tidak ada madzhab yang memenuhi persyaratan kecuali empat madzhab; Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Adapun madzhab yang lain seperti madzhab Syi’ah Imamiyyah dan Syi’ah Zaidiyyah adalah ahli bid’ah. Sehingga pendapat-pendapatnya tidak boleh diikuti” (Muqaddimah Qanun Asasi li Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’, hlm: 9).
KH. Hasyim Asy’ari mengemukakan alasan mengapa Syi’ah Imamiyyah dan Zaidiyyah termasuk ahli bid’ah yang tidak sah untuk diikuti.. Dalam kitab Muqaddimah Qanun Asasi hal. 7, beliau mengecam golongan Syi’ah yang mencaci bahkan mengkafirkan sahabat Nabi SAW. Mengutip hadis yang ditulis Ibnu Hajar dalam Al-Shawa’iq al-Muhriqah, Syeikh Hasyim Asy’ari menghimbau agar para ulama’ yang memiliki ilmu untuk meluruskan penyimpangan golongan yang mencaci sahabat Nabi SAW itu. Hadis Nabi SAW yang dikuti itu adalah: “Apabila telah nampak fitnah dan bid’ah pencacian terhadap sahabatku, maka bagi orang yang berilmu harus menampakkan ilmunya. Apabila orang yang berilmu tersebut tidak melakukan hal tersebut maka baginya laknat Allah, para malaikat dan laknat seluruh manusia”.
Peringatan untuk membentengi akidah umat itu diulangi lagi oleh Syeikh Hasyim dalam pidatonya dalam muktamar pertama Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’, bahwa madzhab yang sah adalah empat madzhab tersebut, warga NU agar berhati-hati menghadapi perkembangan aliran-aliran di luar madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah tersebut. Dalam Qanun Asasi itu, Syeikh Hasyim Asy’ari menilai fenomena Syi’ah merupakan fitnah agama yang tidak saja patut diwaspadai, tapi juga harus diluruskan.
Pelurusan akidah itu menurut beliau adalah tugas orang berilmu, jika ulama’ diam tidak meluruskan akidah, maka mereka dilaknat Allah SWT.
Kitab “Muqaddimah Qanun Asasi li Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’” sendiri merupakan kitab yang ditulis oleh Syeikh Hasyim Asy’ari, berisi pedoman-pedoman utama dalam menjalankan amanah keorganisasian Nahdlatul Ulama. Peraturan dan tata tertib Jam’iyyah mesti semuanya mengacu kepada kitab tersebut. Jika Syeikh Hasyim Asy’ari mengangkat isu-isu kesesatan Syi’ah dalam “Muqaddimah Qanun Asasi”, itu berarti persoalan kontroversi Syi’ah dinilai Syeikh Hasyim sebagai persoalan sangat penting untuk diketahui umat Islam Indonesia. Artinya, persoalan Syi’ah menjadi agenda setiap generasi Nahdliyyin untuk diselesaikan sesuai dengan pedoman dalam kitab tersebut.
Pandangan yang sama pernah dilontarkan oleh Al-Maghfurlah KH. As’ad Syamsul ‘Arifin, kyai kharismatik dari PP. Salafiyyah Syafi’iyyah Situbondo Jawa Timur pada tahun 1985. Saat itu Kyai As’ad diwawancarai Koran Surabaya Pos tentang faham Syi’ah di Jawa Timur. Kyai yang disegani oleh warga nadliyyin itu menampakkan sikap tegas, menurutnya kelompok Syi’ah ekstrem harus dihentikan di Indonesia. Agar tidak meluas gerakannya, Kyai As’ad mengimbau umat Islam Indonesia diminta meningkatkan kewaspadaannya (dikutip dari Majalah AULA no I/Tahun XVII/Januari 1996 halaman 23).
Jadi, sebenarnya sejak awal pendiri NU berpandangan bahwa paham Syi’ah telah melakukan penodaan agama. Bahkan jika mengamati butir-butir fatwa Syeikh Hasyim tersebut, penodaan Syi’ah itu telah melampau batas dan menukik jauh ke dalam keyakinan Ahlussunnah wal Jama’ah. Sehingga, sejak awalnya paham Syi’ah tidak diterima di kalangan NU.
Wacana-wacana NU untuk kembali ke khittah 1926 selayaknya tidak sekedar dimaknai bercerai dengan partai politik manapun, akan tetapi yang lebih terpenting lagi adalah khittah yang telah dibangun pendiri NU dilaksanakan saat ini oleh semua elemen warga NU. Yaitu khittah kembali kepada kitab Qanun Asasi. Operasionalisasi khittah ini adalah membendung aliran sesat, seperti Syi’ah dan Ahmadiyyah. Khittah ini dapat dimaknai sebagai khittah untuk menjaga kemurnian akidah Ahlussunnah wal Jama’ah, bersih dari berbagai aliran-aliran sempalan yang menodai agama Islam. Karena berdirinya jam’iyyah NU adalah untuk menyebarkan paham yang benar tentang Ahlussunnah wal Jama’ah. Memang sudah semestinya, NU bersikap tegas terhadap aliran Syi’ah.
Sumber: http://salafytobat.wordpress.com