Hamparan Taman Surga
Rasulullah –shallallahu ‘alayhi wa sallam- bersabda: ما بين بيتي ومنبري روضة من رياض الجنة “Tempat di antara rumah dan mimbarku...
http://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2012/04/hamparan-taman-surga.html
Rasulullah –shallallahu ‘alayhi wa sallam- bersabda:
ما بين بيتي ومنبري روضة من رياض الجنة
“Tempat di antara rumah dan mimbarku adalah sebuah taman dari taman-taman surga”.
Para ulama berbeda pendapat, apakah “raudhah” dalam hadits tersebut bermakna hakiki atau majazi. Al-Imam Malik mengatakan bahwa “raudhah” di sini bermakna hakiki. Ia adalah taman dari taman-taman surga yang dipindah, tidak seperti tempat-tempat lain di bumi yang nanti akan hilang dan sirna. Sekelompok ulama menyetujui pernyataan ini, dan dianggap benar oleh Ibn al-Hajj.
Ibnu Abi Jamrah mengatakan bahwa tempat ada sekarang yang dimaksud dalam hadits, merupakan bagian dari surga seperti hanya hajar aswad yang merupakan bagian dari batu-batu surga.
Pendapat lain mengatakan bahwa “raudhah” dalam hadits tersebut bermakna majaz. Artinya bahwa beribadah di sana dapat mengantarkan seseorang ke surga atau bermakna bahwa tempat itu (raudhah) sama seperti taman surga dalam hal turunnya rahmat dan diperolehkan kebahagiaan dengan melanggengkan ibadah di sana, apa lagi pada zaman Rasulullah –shallallahu ‘aliyhi wa sallam--.
Al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani mengunggulkan pendapat pertama dalam kitab Fath al-Bariy. Tentang pendapat kedua ia mengatakan: “Tidak ada keterangan mengenai hal ini. Dan hadits menunjukkan kemuliaan tempat itu di atas tempat-tempat lain”.
Dapat disimpulkan bahwa pendapat pertama adalah yang lebih unggul dengan banyak alasan, diantaranya adalah kaidah yang menyatakan bahwa yang asal adalah tidak ada majaz, karena tidak ada keterangan yang mendorong untuk membelokkaan makna lafaz dari makna dhahirnya. Juga dikarenakan ketinggian kedudukan Rasulullah –shallallahu ‘alayhi wa sallam. Alasan lainnya ialah adanya kesamaan antara Rasulullah dan Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim diistimewakan dengan Hajar Aswad dan Rasulullah --shallallahu ‘alayhi wa sallam—di istimewakan dengan raudhah.
Di manakah letak raudhah?
Para ulama berbeda pendapat mengenai kondisi raudhah dan batas-batasnya. Sebuah pendapat mengatakan bahwa raudhah adalah tempat yang lurus dengan masing-masing dari ujung mimbar dan ujung kamar Rasulullah -- shallallahu ‘alayhi wa sallam--. Setelah diambil merata, maka tempat yang lurus dengan mimbar adalah bagian raudhah, meskipun tidak lurus dengan hujrah. Begitu pula tempat yang lurus dengan hujrah, meskipun tidak lurus dengan mimbar, karena mimbar lebih maju kea rah kiblat. Dengan demikian raudhah berbentuk persegi empat dengan tiga koridor. Koridor pertama adalah mushalla, kedua dan ketiga adalah tempat sesudah mushalla hingga ke barisan tiang al-Wufud, yang terletak sesudah tiang al-Hars. Dari keterangan ini, tempat pada shaf awal adalah bagian dari raudhah yang meliputi bagian yang bersanding dengan hujrah dan semua bagian dari mushalla Rasulullah -- shallallahu ‘alayhi wa sallam--. Inilah pendapat yang lebih utama untuk dibuat pegangan, dan pendapat zahir dari kebanyakan ulama, dan mayoritas manusia, seperti keterangan dalam kitab “al-Minah”, dan diunggulkan as-Samhudi dalam kitab al-Khulashah.
Batas-batas raudhah saat ini menurut pendapat ini adalah pilar-pilar bermarmerkan marmer putih dan merah yang memenuhi separo bagian raudhah. Di ujung pilar-pilar tersebut terukir qashidah dengan bahasa turki, mengelilingi pilar. Dikatakan bahwa yang membuat pilar-pilar tersebut adalah Sultan Salim Khan, Salah satu sultan kekhalifahan Utsmaiyah Turki.
Sumber: Ad-Dakha’ir Al-Muhammadiyah, hlm. 103-107