Hamas Dan Fatah: Faksi Didikan Yahudi

Bangsa Yahudi dapat dikatakan menjadi dalang berbagai konflik dan kudeta, baik secara langsung maupun tidak. Bahkan demi mendapatkan kepe...

Bangsa Yahudi dapat dikatakan menjadi dalang berbagai konflik dan kudeta, baik secara langsung maupun tidak. Bahkan demi mendapatkan kepentingannya mereka menciptakan berbagai kelompok dan menyerang lawan-lawannya dengan berbagai cara dengan satu tujuan yaitu semua berada dalam kendalinya.

Sudah banyak diketahui bahwa kaum Yahudi menciptakan dan mengembangkan Komunisme dengan tujuan mendapatkan dukungan dari bangsa-bangsa non-Yahudi agar mereka mau memberikan kekayaan mereka dengan iming-iming bahwa mereka akan mendapatkan kemakmuran besar sesudah kaum borjuis dan cendekia dihancurkan; dengan demikian, kaum Yahudi secara tak langsung bisa membalas dendam kepada orang Kristen dengan menyiksa dan membunuh jutaan orang Kristen, yang merupakan musuh bebuyutan Yahudi.

Komunisme dibangun oleh Karl Marx, yang kakeknya adalah seorang rabi Yahudi bernama Mordeccai. Marx sendiri mengenal ide Komunis-Zionis melalui Moses Hess. Kudeta Bolsheviks di Moskow tahun 1917 merupakan sebuah kudeta yang “yahudi”. Orang-orang penting dalam partai Bolsevick adalah didominasi orang Yahudi, seperti Bronstein (Trotsky), Apfelbaum (Zinofiev), Lourie, (Larine), dan lainnya. Yang asli berkebangsaan Rusia seperti Ulyanov (Lenin), Krylenko dan Lounartcharsky. (1)

Faksi Fatah Palestina
Fatah adalah faksi sayap-kiri penting dalam konfederasi multi partai PLO, dibentuk pada tahun 1954, dipimpin oleh Yasir Arafat. Arafat menghubungkan PLO dengan Gerakan Komunis Nasional Lebanon selama perang sipil Libanon. Setelah Arafat menjadi ketua PLO, dia mendapat dukungan dari warga Palestina.

Farouk Kaddoumi adalah sekretaris umum Komite Pusat Fatah dan kepala cabang politik PLO untuk Tunisia; dia kembali ke Palestina pada tahun 1976. Arafat dan Kaddoumi bertemu dengan Meir Vilner dan Tufiq Toubi, ketua partai komunias Israel (yakni partai Maki). Pertemuan ini menghasilkan kerja sama yang lebih erat.

Ketua Fatah saat ini adalah Mahmoud Abbas, yang dipilih setelah kematian Arafat tahun 2004. Fatah memberikan pelatihan kepada militan dari berbagai bangsa, Eropa, Timur Tengah, Asia dan Afrika dan kelompok pemberontak yang melayani agenda Yahudi yakni menggangu dan mengadu kelompok bangsa-bangsa non-Yahudi; dan sering kali, melalui adu-domba ini Yahudi memperoleh kekayaan minyak dan mineral dari bangsa-bangsa tersebut.

Militan Fatah selama ini dilatih oleh rezim sosialis, dan mereka biasanya memperoleh pasokan senjata, termasuk bom yang canggih, dari negara seperti Rusia, negara sosialis Eropa Timur, serta dari China dan Korea Utara; dan faksi ini mendapat status sebagai “Partai Pengamat” dalam kalangan Sosialis Internasional.

Kaddoumi terlibat dalam kelompok Abu Musa yang memberontak melawan Yaser Arafat pada tahun 1983, tetapi kemudian dia berpindah haluan dan ditugaskan di komite sentral Fatah. Kaddoumi mengkritik penandatanganan Kesepakatan Oslo (2) dan menolak bekerjasama dalam Otoritas Nasional Palestina.

Saat berada di pengasingan, Kaddoumi menentang proses pembentukan PLO bersatu yang sekuler. Ia sering melakukannya dengan mengecam upaya PLO untuk bernegosiasi dengan Israel. Setelah ia diangkat sebagai Sekretaris Jenderal Komite Sentral PLO, Kadoumi sering melontarkan kritik dan fitnah di kalangan faksi-faksi Yahudi di dalam PLO dan PNA — faksi-faksi Yahudi tersebut dikontrol oleh Shin Bet.

Arab Muslim pada saat itu sedang mengalami krisis kepercayaan diri. mereka tidak mampu melihat persoalan dengan jernih dan tidak mampu bertindak secara rasional untuk memecahkan persoalan yang mengganggu mereka. Situasi ini tentu saja dimanfaatkan oleh Yahudi yang menentang Arab Muslim di Palestina. Dalam kasus ini Yahudi berhasil menciptakan banyak faksi politik di Palestina, sehingga Yahudi mampu mengendalikan agenda politik dan mencegah PLO menguat di Palestina.

Partai Komunis Amerka Serikat (CPUSA) yang dikendalikan orang Yahudi, dan organisasi kembarannya Partai Komunis Israel, didirikan untuk mendukung Palestina dalam krisis di Gaza. CPUSA menyatakan akan bekerja sama dengan Obama jika ia terpilih, meski ada anggota mereka yang menyatakan akan menentangnya sebab Obama dipandang mendukung Israel; tokoh-tokoh partai ini menganggap Obama adalah seorang kripto-komunis (diam-diam penganut ideologi komunis) dan orang Yahudi yang mempunyai kepentingan tersembunyi dalam Komunisme akan bekerja dengan Obama setelah ia menjabat.

Yahudi bermain di dua sisi dalam percaturan geopolitik yang telah mereka rekayasa ini; di satu sisi mereka mengakui pemerintahan Fatah yang diilhami oleh gagasan Komunis, dan di sisi lain mereka ‘merekayasa’ pembentukan Hamas. Gerakan Hamas ini masih beroperasi “dengan sukses” sebab tokoh-tokoh pemimpinnya mau menerima kesepakatan dari pihak Yahudi untuk menciptakan kekacauan terus-menerus dalam politik Palestina. Dengan cara ini, Yahudi bisa menjalankan agenda tersembunyinya, yakni melancarkan teror dan menciptakan kekacauan dari balik layar.


Faksi Hamas Palestina
Pada tahun 1987, Syeikh Ahmad Yassin mendirikan Hamas sebagai sayap paramiliter dari organisasi Persaudaraan Muslim (Ikhwanul Muslim) cabang Palestina yang dipimpinnya. Sebenarnya pembentukan ini sudah diizinkan oleh Negara Israel 10 tahun lalu sebelum gerakan itu berdiri. Menurut Charles Freeman, mantan duta besar Amerika untuk Arab Saudi, “Israel mengawali Hamas sebagai proyek intelejen Shin Bet. Badan intelejen Israel ini merasa bahwa Hamas dapat dimanfaatkan untuk membatasi perkembangan PLO.

Pernyataan Freemanini didukung oleh Anthony Cordesman, analis dari Pusat Studi Strategis Timur Tengah, yang menyatakan, “Israel membantu Hamas secara langsung- kalangan Israel ingin menggunakannya sebagai kekuatan penyeimbang untuk menghadapi PLO.” Mantan pejabat senior CIA mengatakan kepada UPI (United Pres International), dukungan Israel kepada Hamas digambarkan sebagai “ upaya langsung memecah-belah dan melemahkan dukungan kepada PLO yang sekular dengan menggunakan dalih agama”.

Sejarah Hamas dapat dilihat melalui wawancara oleh Amy Goodman, reporter untuk Democracy Now, dengan Robert Dreyfuss, seorang jurnalis investigasi dan penulis buku “Devil’s Game: How the United States Unlash Fundamnetalist Islam.”

AMY GOODMAN: Senang bisa berbincang dengan anda. Nah, bagaimana Hamas dibentuk?

ROBERT DREYFUSS: Kita harus kembali ke masa 60 atau 70 tahun lampau. organisasi Hamas adalah perpanjangan resmi dari Ikhwanul Muslimin (IM), sebuah organisasi transnasional yang didirikan di Mesir. Pada era 1930-an dan 1940-an, Ikhwanul Muslimin ini membuka cabang di Yordania dan Palestina dan Syira dan di beberapa negara lain. Cabang IM di Palestina dibentuk oleh Said Ramadan. Dia ini adalah ayah dari Tariq Ramadan. Said Ramadan adalah salah satu pendiri IM. Dia juga menantu dari Hassan al-Banna, pendiri utama IM. Keduanya berperan dalam pembentukan cabang IM di Yordania dan Yerusalem pada 1945. Organisasi ini berkembang cepat sepanjang 1940-an dan menjadi gerakan Islam politik yang sangat konservatif, serta mendapat dukungan dari keluarga kerajaan Hashimiyyah di Jordania dan raja Mesir.

Pada 1940-an dan 1950-an IM ikut berperan dalam gelombang nasionalisme Arab. Jadi kisah Hamas dan IM sebenarnya adalah kisah pertarungan sepanjang 50 tahun terakhir antara nasionalis Arab dan kelompok politik sayap kiri Arab di satu pihak, dan dengan kelompok politik sayap kanan di pihak lain. Maka gerakan Hamas, karena berakar dari IM, pada 1960-an ikut serta dalam gelombang nasionalisme Arab, termasuk di Mesir.

Ketika Fatah didirikan pada akhir 1950-an dan mulai melawan Israel dengan perang gerilya pada pertengahah 1960-an, Hamas — juga IM — sangat menentang aksi Fatah. Sebenarnya keduanya berakar dari gerakan yang sama. Organisasi Fatah di Palestina didirikan dari basis Liga Mahasiswa Palestina, yang merupakan badan di bawah Ikhwanul Muslimin. Namun ketika kelompok nasionalis terpecah, tokoh-tokoh seperti Khalil al-Wazir, Salah Khalaf dan Yasir Arafat dan Hasan bersaudara, yang mendirikan Fatah, memilih melepaskan diri dari IM pada akhir 1950-an. Dan pada 1965, IM di Mesir melancarkan upaya pertama untuk membunuh Nasser tepat pada saat Nasser menyatakan dukungan kepada gerakan nasional Palestina dan Fatah yang melawan Israel di sekitar perbatasan Mesir. Saat itulah otoritas memenjarakan seorang pria pada 1965, bernama Ahmad Yassin. Yassin ini adalah pendiri Hamas. Yassin – ringkas cerita – kemudian dibunuh oleh Israel beberapa tahun yang lalu. Tetapi pada 1965 itu Yassin dipenjara oleh otoritas Mesir, dan dua tahun kemudian, ketika ISrael menduduki Gaza dan Tepi Barat dan semenanjung Sinai pasca Perang 1967, Israel membebaskan Ahmad Yassin dan sejumlah tokoh IM.

Dan sejak tahun 1967 Israel mulai membiarkan atau bahkan mendorong gerakan Islam di Gaza dan Tepi Barat. Data statistiknya mengejutkan. Misalnya, di Gaza, antara 1967 dan 1987, ketika Hamas didirikan, jumlah masjid di Gaza bertambah tiga kali lipat, dari 200 menjadi 600 masjid. Biaya pembangunan ini berasa; dari luar Gaza, terutama dari kelompok Islam konservatif yang kaya di Arab Saudi dan negara Muslim lain. Tetapi, tentu saja, hal ini tidak mungkin terjadi tanpa pengawasan dan persetujuan Israel. Dan pada periode ini, selama 20 tahun, organisasi Hamas menjadi lawan sengit dari gerakan nasionalisme Palestina. Hamas berkali-kali bentrok dengan PLO dan Fatah, dan menolak ikut bergabung dengan PLO. Kita tahu, pada tahun 1950-an dan 1960-an, ketika IM melawan pendukung Nasser, Partai Baath, kelompok komunis dan semua sayap kiri Arab, dan pada 1970-an dan 1980-an IM melawan gerakan nasionalis Palestina. Dan kini faktanya lebih mengejutkan. Pada 1970, ketika Raja Jordania melancarkan serangan besar-besaran terhadap Palestina yang dikenal sebagai insiden September Hitam, organisasi IM ikut mendukung raja dan bahkan aktif dalam penyerangan, yang menyebabkan ribuan orang Palestina tewas dalam perang sipil tersebut.

Jadi ada banyak bukti bahwa dinas rahasia Israel, khususnya Shin Bet dan otoritas militer, ikut mendorong perkembangan IM dan ikut membidani lahirnya Hamas. Ada banyak contoh dan insiden soal ini. Namun, tentu saja ada konflik bersenjata di kampus-kampus Palestina pada era 1970-an dan 1980-an, di mana dalam peristiwa-peristiwa itu Hamas menyerang PLO, PFLP, PDFLP dan kelompok lainnya, dengan menggunakan rantai atau penthungan. Senjata itu dipakai karena saat itu senjata api belum banyak tersedia di wilayah pendudukan tersebut.

Tetapi, meski demikian ada insiden menarik dan sulit dijelaskan. Yassin ditahan oleh Israel pada tahun 1983. Di rumahnya, pihak Israel menemukan banyak senjata. Ini sebenarnya kejadian yang penting tetapi, dengan alasan yang tidak diketahui, setahun kemudian Yassin dibebaskan. Dia mengatakan pada saat itu bahwa senjata itu disimpan bukan untuk melawan otoritas pendudukan Israel melainkan untuk menyerang faksi Palestina lain.

Insiden itu, dan insiden-insiden lainnya menimbulkan dugaan di kalangan diplomat dan intelejen bahwa ada banyak alasan untuk menduga bahwa Israel ikut membantu mengembangkan dan memperkuat Hamas. Dan tentu saja, Yasir Arafat sendiri, dalam kutipan terkenal di sebuah koran beberapa tahun lalu, menyebut Hamas sebagai “makhluk dari Israel.” Dan dia mengatakan bahwa dia pernah membahas persoalan ini bersama Yitzhak Rabin dalam proses perjanjian Oslo. Rabin mengatakan kepada Arafat bahwa adalah “kesalahan fatal” di pihak Israel yang sengaja membantu mengembangkan Hamas. Teorinya adalah Hamas dimanfaatkan sebagai kekuatan untuk melawan pendukung nasionalisme Palestina. Dan saya kira jelas bahwa ternyata kebijakan Israel ini justru menjadi bumerang dan menyulitkan israel sendiri.

Agenda Serangan Gaza
Michael Choussudovsky, penulis untuk Global Research, California, menyatakan bahwa invasi Yahudi di Gaza merupakan bagian dari agenda intelejen-militer besar dan sangat tergantung pada kemenangan Hamas pada pemilu di bulan Januari 2006, setelah Yasir Arafat dibunuh. Perancang dinas intelejen militer Israel tahu betul bahwa, tanpa Arafat, Mahmoud Abbas akan kalah dalam pemilu. Dengan Hamas sebagai pemegang otoritas Palestina, maka Israel, dengan menggunakan dalih bahwa Hamas adalah organisasi teroris, akan melanjutkan upaya proses memecah-belah seperti yang telah dirumuskan dalam Rencana Dagan.

Yahudi merekayasa agar Hamas terus berperan sebagai musuh Israel dengan membiarkan Hamas meluncukran roket ke kota-kota ISrael di bagian selatan. Pertanyaannya adalah, mengapa Hamas tidak menggunakan taktik lain dalam rangka melawan Israel jika memang Hamas benar-benar tulus secara politis dalam melawan Israel? Bukankah Hamas tahu bahwa serangan roket mereka tidak berarti banyak untuk mengalahkan Israel, dan justru menyebabkan kematian, penderitaan dan kemiskinan bagi warga Palestina akibat serangan balasan Israel?

Hamas tidak memenuhi syarat untuk mengatur Gaza secara politik, sebab Hamas didirikan sebagai gerakan perlawanan terhadap Israel yang brutal dan pencurian tanah Arab. Tetapi Hamas hanya mendapatkan popularitas karena Hamas membela orang-orang Arab yang diserang atau dibunuh Israel dalam beberpa peristiwa – seperti mendukung pembalasan Palestina atas tindakan brutal Baruch Goldstein yang menembaki Muslim yang shalt di masjid Hebron.

Hamas mulai kehilangan popularitasnya karena gerakan ini menyiksa dan bahkan membunuh anggotanya sendiri dan menyerang sesama warga Palestina dengna cara yang tidak bertanggung jawab; tahanan-tahanan di penjara Hamas diberi kesempatan bebas dengan syarat mereka mau mengikuti pandangan hidup Islam versi Hamas.

Hamas menjadikan penduduk sipil sebagai target IDF dengan melontarkan roket dan senjata dan menyembunyikan senjata di masjid-masjid, sekolah dan rumah sakit; Hamas menggunakan ambulan sebagai kendaraan untuk mengangkut tentara, sehingga memberi dalih bagi Israel menyerang sasaran-sasaran seperti itu.

*) Disarikan dari Hamas and Fatah are Jew Bolstered Outfits, Stupid!, artikel dalam First Light Forum, www.firstlightforum.com terbit 12 Januari 2009.

Catatan Kaki :
(1) Untuk lebih detail mengenai orang-orang Yahudi dalam kudeta Bolsevick dapat dibaca “Jews and Bolshevism” penulis anonim, dapat diakses di http://www.heretical.com/miscellx/bolshies.html
(2) Kesepakatan Oslo secara resmi disebut sebagai Deklarasi Prinsip Pembentukan Pemerintahan Sendiri, yakni dalam kaitannya Israel dan Palestina. Kesepakatan ini final ditandatangani di Oslo, Norwegia 20 Agustus 1993 dan seremoni di Washington pada Tanggal 13 September 1993 oleh Mahmoud Abbas wakil dari PLO dan Simon Peres dari Israel. Lebih lengkapnya silakan baca di http://www.nationmaster.com/encyclopedia/Oslo-accords.(Sumber)

Related

Slider 5666118347095183452

Follow Us

Facebook

TERBARU

Arsip

Statistik Blog

item