Islam Di Pulau Christmas, Australia
Jika berkunjung ke Christmas Island, maka jangan kaget dengan banyaknya pendatang asing yang mencari suaka disana. Pulau tersebut tak mem...
http://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2013/02/islam-di-pulau-christmas-australia.html
Jika berkunjung ke Christmas Island, maka jangan kaget dengan banyaknya pendatang asing yang mencari suaka disana. Pulau tersebut tak memiliki penghuni asli. Penduduknya merupakan migran yang sebagian besar mencari status kewarganegaraan dari pemerintah Australia.
Diantara imigran tersebut ah, para muslimin membawa hadiah berupa ajaran Islam ke pulau di selatan Indonesia tersebut.
Christmas Island merupakan salah satu pulau teritorial Australia yang berlokasi di Asia Tenggara, tepatnya di Samudera Hindia. Luasnya hanya sekitar 135 kilometer persegi dengan empat area pemukiman di ujung utara pulau yakni Flying Fish Cove, Silver City, Poon Saan dan Drumsit.
Pengambilan nama Christmas berkaitan dengan penemuan pulau tersebut oleh seorang Inggris Captain William Mynors pada saat natal tahun 1643 silam. Meski telah ditemukan, Christmas Island baru muncul di peta pada abad ke-17 masehi. Hingga kini, pulau tersebut menjadi destinasi migrasi bangsa Asia Afrika, termasuk muslimin.
Berdasarkan CIA World Factbook, populasi muslim di pulau tersebut bekisar sekitar 25 persen dari total penduduk 1.496 jiwa. Sebagian besar mereka merupakan imigran etnis Melayu. Namun etnis tersebut bukanlah migran mayoritas.
Terdapat beragam etnis pemukim daratan yang hanya berjarak 500 kilometer dari Jakarta tersebut, diantaranya Anglo Australian, Eropa, Han China dan sebagainya. Namun Tionghoa Hokkien lah yang paling mendominasi populasi. Tak heran, paham Budha yang menjadi mayoritas agama di pulau kaya hutan tropis tersebut.
Lebih rinci, penganut Budha terdata sebanyak 36 persen dari total populasi, kemudian Kristen Katholik 18 persen, serta kepercayaan lain sepeti Baha'i, Tao dan Konghucu sebanyak 21 persen. Dengan demikian, Islam menjadi agama mayoritas kedua di pulau tersebut. Komunitas Muslim lebih banyak tinggal di Flying Fish Cove atau dikenal pula dengan nama "Kampong" atau hanya disebut sebagai "Settlement" di dalam gambaran peta.
Kawasan inilah yang menjadi pemukiman bangsa Inggris pertama pasca penemuan pulau. Kampong memiliki sebuah pelabuhan kecil yang menjadi tempat kapal wisatawan biasa berlabuh. Pemandangannya sangat cantik dengan garis pantai yang elok dipandang mata.
Muslimin hidup damai ditengah beragamnya etnis di pulau migran. Pemerintah setempat menerapkkan libur untuk hari besar tiap etnis dan umat beragama. Dua hari raya, yanki idul fitri dan idul adha pun ditetapkan menjadi hari libur.
Beragam festival budaya Islam pun diizinkan untuk digelar. Sebagaimana di Indonesia dan Malaysia, muslimin Christmas Island pun menggelar perayaan Islam tradisional. Peringatan hari kematian, pengajian, khitanan, syukuran, dan perayaan lain pun dihelat warga muslim Christmas Island.
Terdapat pula tradisi muslim lain di pulau Samudra Hindia tersebut, yakni adanya kewajiban mengenakan baju muslim atau yang menutup aurat bagi setiap pengunjung kawasan Kampong.
Aturan tersebut telah membudaya di kawasan pulau dan tak ada yang merasa keberatan. Muslim setempat yang memang didominasi Melayu terbiasa mengenakan sarung, baju koko dan peci. Beberapa diatara mereka pun mengenakan gamis berwarna putih. Tak terdapat perbedaan dengan muslim di Indonesia ataupun Malaysia.
Awal mula masuknya Islam ke pulau sangat erat dengan distribusi bangsa Melayu dari Asia Tenggara. Dimulai abad kelima masehi, Melayu sudah aktif berpergian dengan adanya perdagangan. Hingga abad ke-15, kegiatan perdagangan terus dilakukan nenek moyang kita ini meski saat itu telah memasuki era kolonial.
Dari perdagangan tersebutlah terjadi eksodus bangsa Melayu dari nusantara, termasuk Malaysia, Brunei, Singapura, Thailand dan Filipina. Selain perdagangan, banyak pula disebutkan beberapa kepindahan bangsa Melayu akibat adanya pembuangan budak dan pengasingan politik yang marak di sekitar abad 17.
Isu pencari suaka di Christmas Island mulai mencuat di tahun 1980an dengan mendaratnya kapal sejumlah imigran pencari suaka dari Indonesia. Sejak itu semakin banyak kapal-kapal lain yang mengangkut sejumlah pencari suaka. Pada tahun 2001, begitu banyak pencari suaka asal Timur Tengah. Tercatat dalam setahun lebih dari 6.500 pengungsi meminta suaka Australia. Sebagian besar mereka berasal dari Irak, Afghanistan dan Sri Lanka yang diangkut kapal dari Indonesia. Selama ini Australia memang menghadapi masalah pelik terkait pencari suaka. Sebuah penahanan imigrasi center pun kemudian dibuat di Christmas Island.
Sebelumnya, Muslimin Christmas Island sangat antusias menyambut baik para pendatang pencari suaka. Mereka bahkan membuat perayaan kecil ketika ada kapal pengangkut muslimin mendarat di pulau. Namun jumlah pencari suaka yang terus meningkat membuat Muslimin semkin lama semakin gerah. Mengingat tak sedikit dari para pencari suaka yang kemudian mengganggu komunitas muslimin penduduk setempat. "Ketika kapal mulai berdatangan, kami memandang mereka sebagai pencari bantuan dan kami pun ingin membantu sebagai sesama muslim. Namun kemudian perahu terus datang dan datang dan orang-orang mulai berbicara hal yang berbeda," ujar Abdul Ghafar, imam masjid Christmas Island.
Muslimin Christmas Island pun merasa skeptis dengan legitimasi para pencari suaka. Apalagi melihat banyaknya anak-anak yang ikut serta dalam kapal para pencari suaka. Belum lagi banyaknya korban berjatuhan di tengah laut sebelum mendarat di pulau. "Kami mulai mempertanyakan pendatang baru itu benar-benar kesulitan atau hanya beralasan ekonomi. Komunitas kami sangat terganggu dengan banyaknya nyawa yang hiang diantara para pencari suaka saat berlayar di laut," tutur Ghaffar dikutip The Daily Telegraph.
Satu-satunya masjid di Christmas Island nampak sangat padat ketika hari Jumat tiba. Meski terganggu, muslimin setempat tentu tak melarang para pencari suaka untuk melaksanakan shalat Jumat. Mengingat saat itulah para pencari suaka diizinkan keluar dari pusat penahanan imigran. Maka tumpah ruah lah jama'ah masjid tak seperti hari bisa.
Terdapat satu masjid yang menjadi pusat kegiatan agama muslim setempat. Masjid At-Taqwa, demikian nama masjid tersebut. Beberapa muslim juga menyebutnya sebagai masjid kampong karena lokasinya di Teluk Kampung pulau. Karena muslimin Christmas Island didominasi etnis Melayu, maka bentuk masjidnya pun sangat mirip dengan masjid-masjid di Indonesia. Atapnya tak berbentuk kubah, melainkan merucut.
Masjid tersebut sangat sederhana dengan ukuran yang standar. Meski demikian, terdapat sebuah menara yang bentunya unik dan dapat dilihat dari kejauhan. Disekitar bangunan masjid banyak pepohonan kelapa yang rindang. Pemandangan laut pun dapat dilihat dari masjid. Sehingga meski masjid tersebut tak megah namun terlihat sangat indah.
Tak hanya sebagai tempat ibadah, para muslimin pun rutin menggelar pelajaran agama disana. Bahkan terdapat sebuah madrasah yang dibangun di halaman masjid. Para anak muslimin mempelajari baik ilmu Islam ataupun umum disana. Sistem pembelajarannya pun begitu ketat dengan waktu belajar setiap harinya dimulai sejak pukul 03.30 waktu setempat.
Masjid tersebut dikelola oleh Dewan Islam Federasi Australia (AFIC) di Christmas Island. Mereka pun bertanggung jawab dalam setiap kegiatan musimin serta partisipasi masyarakat Muslim dalam kegiatan tersebut. AFIC pertama kali terbentuk di tahun 1976 degan basis awal di Melbourne. Mereka lah yang berperan dalam menyuarakan hak muslim, termasuk dalam politik Australia.
Adapun sejak kapan muslim Christmas Island memiliki masjid, tak jelas kabarnya. Tak terdapat keterangan sejak kapan masjid At-Taqwa dibangun. Namun dalam Arsip Nasional Australia, terdapat sebuah foto sebuah bangunan yang diidentifikaksi sebagai sebuah masjid bernama Masjid Malaysia di Christmas Island. Foto tersebut diambil pada tahun 1938.
Namun telah nampak bangunan tersebut telah berdiri kokoh dan menjadi pusat aktivitas muslimin. Hanya saja bentuknya tak sama dengan masjid At-Taqwa saat ini. Masjid Melayu dalam foto tersebut nampak sangat tradisional dan sangat khas melayu. Luasnya tak seberapa, dengan penanda masjid hanya bulan sabit kecil di ujung atap.
Sumber: http://www.republika.co.id
[-(
BalasHapus