Membendung Gerakan Tahrif
Tak kurang dari 300 kitab telah mengalami tahrif. Perubahan yang dilakukan itu ada di berbagai jenis literatur, mulai dari tafsir, hadis,...
https://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2012/12/membendung-gerakan-tahrif.html?m=0
Tak kurang dari 300 kitab telah mengalami tahrif. Perubahan yang dilakukan itu ada di berbagai jenis literatur, mulai dari tafsir, hadis, fikih, hingga akidah.
Bentuk pertahanan pesantren terhadap radikalisme dan fundamentalisme agama salah satunya dikaryakan melalui kajian dan diskusi serius.
Tradisi keilmuan pesantren menjaga ketahanan Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja), dari berbagai ideologi yang berseberangan dengan prinsip-prinsip Islam yang mulia.
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Husna, KH Muhammad Thobary Syadzily al-Bantani, mengatakan, upaya "penggerogotan" Aswaja itu perlahan dilakukan salah satunya melalui tahrif atau penyimpangan terhadap kitab-kitab yang dikarang oleh ulama salaf.
Penyelewangan tersebut dilakukan atas referensi-referensi utama. Bahkan, penyelewengan ini sudah beredar di Tanah Air. “Perubahan itu misalnya dilakukan oleh Wahabi,” kata Thobary.
Menurutnya, tindakan itu bisa berakibat pada tercerabutnya keilmuan dan tradisi yang dimiliki umat. Dampaknya, bisa mengancam persatuan dan kesatuan di kalangan akar rumput. Jika dibiarkan, dikhawatirkan dapat mengancam kesatuan NKRI.
Ia menyebut tak kurang dari 300 kitab yang telah mengalami tahrif. Perubahan yang dilakukan itu ada di berbagai jenis literatur, mulai dari tafsir, hadis, fikih, hingga akidah. Di bidang tafsir misalnya, karya Imam Mahmud al-Alusi yaitu “Ruh al-Ma'ani” telah mengalami gubahan.
Begitu pula “Tafsir al-Shawi” yang mengalami nasib serupa. Al-Adzkar an-Nawawiyyah karya Imam an-Nawawi juga telah di-tahrif. Perubahan kitab itu terjadi pada penggantian satu bab, yaitu bab yang berkaitan dengan ziarah makam Rasulullah SAW diganti dengan bab bertandang ke Masjid Nabawi.
Walau belum merusak ideologi, fenomena tahrif kini telah disadari oleh kalangan pesantren.
Pimpinan Pesantren Al-Hujjah, Jember, Jawa Timur, KH Muhammad Idrus Ramli mengatakan, saat ini memang dampak tahrif belum menusuk jantung ideologi pesantren.
Dan, fenomena tahrif telah disadari oleh kalangan pesantren. “Alhamdulillah, para kyai mulai tahu,” ujarnya.
Ia menawarkan sejumlah solusi untuk membendung gerakan tahrif atas karya ulama klasik tersebut.
Solusi yang pertama ialah pemantapan internalisasi Aswaja. Ini harus diperkuat dengan dalil yang tegas. Baik dari Alquran ataupun sunah. Termasuk pula riwayat dari para salaf.
Selama ini, argumentasi yang dikemukakan lebih bersifat rasional. “Kita harus menyertakan berbagai dalil,” katanya.
Ia menyebut pula pentingnya mengungkap kelemahan ajaran-ajaran di luar kelompok Aswaja. Ini kemudian menjadi bahan diskusi dan dialog. Dengan dialog ini, diharapkan mampu memberikan pemahaman dan penyadaran kepada mereka.
Tak kalah penting, katanya, ialah memberikan pelatihan cara menjadi tutor Aswaja (TOT). Termasuk, etika berdialog dengan mereka yang berbeda pendapat.
Iklim berdialog di level menengah ke bawah di kalangan masyarakat awam belum tercipta dengan baik. Ia yakin, bila beberapa langkah ini bisa ditempuh, maka berbagai aliran yang bertolak belakang dengan Aswaja itu bisa terbendung. (Sumber: http://www.republika.co.id)