Para Ahli Hadits Bermadzhab Asy’ari dan Maturidi
Klaim sebagai pengikut ahli hadits oleh sekelompok pengikut aliran sempalan menjadi semacam propaganda yang dengan sangat mudah dapat me...
https://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2014/11/para-ahli-hadits-bermadzhab-asyari-dan.html
Klaim sebagai pengikut ahli hadits oleh sekelompok pengikut aliran sempalan menjadi semacam propaganda yang dengan sangat mudah dapat mengelabui kalangan awam yang tidak terlalu mengetahui fakta sejarah dan keadaan riil para ahli hadits. Dengan klaim ini, pengikut aliran ini mendeklarasikan kelompok mereka sebagai satu-satunya kelompok yang selamat (al-firqah an-najiyah) yang dinyatakan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits yang menginformasikan terberainya umat Islam menjadi 73 golongan. Mereka mengatakan, bahwa aliran mereka adalah ahlussunnah waljamaah, pengikut kalangan salaf, yang kemudian dengan serta merta mereka menganggap kelompok lain selain mereka sebagai aliran sesat, ahli bid’ah bahkan sebagai aliran yang telah keluar dari jalan Islam. Pada akhirnya, darah, harta dan kehormatan pengikut aliran selain mereka, dianggap halal.
Memang, para ahli hadist adalah bagian dari ahlussunnah waljamaah. Mereka mempunyai spesifikasi sebagai ulama-ulama yang mempunyai perhatian besar kepada hadits-hadits nabawiyah. Akan tetapi, ahli hadits tidak mempunyai pijakan tersendiri dalam masalah akidah, tidak seperti pendapat kelompok yang menyatakan bahwa manhaj ahli hadits dalam akidah adalah manhaj tersendiri yang berbeda dengan paham yang dianut para ahli kalam dan ulama-ulama yang lain.
Tidak adanya pijakan akidah yang tersendiri yang dianut para ahli hadits berdasarkan pendapat yang muncul dari ulama-ulama ahlussunnah waljamaah, seperti Abu Abdillah Al-Bakki dan Murtadla az-Zabidi dengan bertendensi kepada pendapat ulama-ulama Hanabilah seperti Al-Qadli Abu Ya’la, Ibnu Showfan al-Qadumi dan As-Safarini al-Hanbali. Pendapat ini juga diperkuat dengan fakta sejarah seperti pernyataan al-Kautsari dalam kitab Takmilah ar-Radd ‘ala nunuiyah ibni Qayyim. Dalam kitab ini beliau mengatakan bahwa diantara ahli hadits yang berpaham Qadariyah, Khawarij, Syi’ah dan Mujassimah begitu banyak. Fakta ini tidak akan menjadi samar bagi mereka yang bergelut dengan ilmu pengetahuan tentang para perawi hadits. Dengan demikian, penisbatan akidah tertentu yang menyatukan para ahli hadits adalah sebuah pemalsuan data dan propaganda yang menyesatkan.
Diantara ulama lain yang menyakan hal ini adalah Ibnu Asakir, Al-Baihaqi, Tajuddin As-subki, Abdul Qahir al-Baghdadi dan lain-lain.
As-Suyuti setelah melakukan pendataan terhadap rawi-rawi dalam shahih Bukhari, ditemukan ada 87 nama yang berpaham qadariyah, syiah, murjiah dan khawarij. Diantara ahli hadits juga ada yang mengikuti akidah mujassimah ekstrim yang terkenal dengan sebutan ghulat al-hanabilah, pengikut Syaikh Ibnu Taimiyah.
Ketika kelompok yang mengklaim sebagai pengikut ahli hadits menyatakan bahwa ahli hadits dengan akidahnya yang tersendiri dibangun oleh Ahmad bin Hanbal salah satu imam ahlussunnah waljamaah, maka hal ini perlu dipertanyakan. Menurut fakta sejarah dan kenyataan yang ada, ahli hadits bahkan tidak identik dengan madzhab Ahmad bin Hanbal. Imam As-Syafi’i, yang mendapat gelar nashir as-Sunnah (pembela sunnah) ternyata lebih layak disebut sebagai pemimpin ahli hadits dan julukan ahli hadits begitu identik dengan ulama-ulama Syafi’iyah. Bukti akan hal ini sangat banyak. Imam Ahmad bin Hanbal sendiri menyatakan demikian. Ketika beliau ditanya: “Apakah Syafi’i itu ahli hadist?”. Beliau menjawab: “Ya. Demi Allah, ia adalah ahli hadits”. Jawaban ini beliau ulang sebanyak tiga kali.
Imam An-Nawawi mengatakan bahwa bukti Imam As-Syafi’i sebagai ahli hadits adalah kegigihannya dalam membela hadits. Dalam istilah ulama, para pengikut madzhab Syafi’i disebut sebagai ahli hadits. Diriwayatkan dari Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah yang dikenal dengan sebutan imamnya para imam, ia pernah ditanya, “Apakah anda mengetahui adanya hadits shahih yang belum sempat ditulis oleh As-Syafi’i?”. beliau menjawab: “Tidak”.
Imam Ar-Razi berkata bahwa Musnad As-Syafi’iyah karya As-Syafi’i merupakan kitab yang sangat terkenal. Tidak ada seorang pun yang mampu mengkritik kitab tersebut.
Itulah diantara bukti yang menunjukkan imam As-Syafi’i sebagai ahli hadits.
Keidentikan ahlul hadits dengan madzhab syafi’i dapat terlihat banyaknya ahli hadits yang mengikuti madzhab ini. Sekitar 80 persen ahli hadits adalah Syafi’iyah. Menurut Ad-Dahlawi hal ini disebabkan dalil hadits dan atsar yang menjadi sumber hukum dalam madzhab Syafi’i, begitu lengkap, tertangani dengan baik dan terbukukan secara lengkap.
Di antara ahli hadits yang mengikuti madzhab Syafi’i adalah al-Bukhari, Muslim, an-Nasa’i, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, al-Isma’ili, ad-Daraquthni, Abu Nu’aim, al-Khathib al-Baghdadi, al-Hakim, al-Khaththabi, al-Baihaqi, ad-Silafi, Ibnu Asakir, as-Sam’ani, Ibnun Najjar, Ibnushalah, an-Nawawi, ad-Dimyathi, al-Mizzi, adz-Dzhahabi, Ibnu Katsir, as-Subki, Ibnu Sayyidinnas, al-‘Iraqi, al-Haitsami, Ibnu Hajar al-‘Asqalani, as-Sakhawi, as-Suyuthi dan lain-lain.
Selain itu pendapat-pendapat Ahmad bin Hanbal yang memperkokoh adanya akidah tersendiri dalam tubuh para ahli hadits, juga perlu diteliti shahih atau tidaknya. Sebagian besar ulama ahlussunnah menyatakan bahwa banyak pendapat-pendapat yang dinisbatkan kepada Imam Ahmad dianggap tidak shahih.
Fakta sejarah dan kenyataan juga memberikan kesaksian, ternyata dari sekian banyak para ahli hadits, para pembesar dan mayoritas mereka berakidah Asyariah dan Maturidiyah. Abu Mansur al-Baghdadi menyatakan hal ini. Imam Tajuddin As-Subky juga mengatakan demikian.
Diantara imam ahli hadits yang mengikuti madzhab Asy’ari adalah Ibnu Hibban, ad-Daraquthni, Abu Nu’aim, Abu Dzar al-Harawi, al-Hakim, al-Khaththabi, al-Khathib al-Baghdadi, al-Baihaqi, Abu Thahir as-Silafi, as-Sam’ani, Ibnu ‘Asakir, al-Qadhi ‘Iyadh, Ibnu al-Shalah, al-Nawawi, Abu Amr al-Dani, Ibnu Abdil Bar, Ibnu Abi Jamrah, al-Kirmani, al-Mundziri, al-Dimyathi, al-‘Iraqi, al-Haitsami, Ibnu Hajar al-‘Asqalani, al-Sakhawi, al-Suyuthi, al-Qathalani, al-Ubbi, Ali al-Qari dan lain-lain.
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa klaim pengikut ahlul hadits adalah klaim yang sangat perlu untuk diluruskan, dan perlu dikaji secara ilmiyah berdasarkan fakta sejarah dan kenyataan yang ada.
Wallahu a’lam