Menkes, Kondom Dan Seks Bebas
Pada 14/06/2012, Nafsiah Mboi dilantik sebagai Menteri Kesehatan. Tak lama setelah itu, masih di hari yang sama, wanita berusia 72 tahun ...
https://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2012/06/menkes-kondom-dan-seks-bebas.html
Pada 14/06/2012, Nafsiah Mboi dilantik sebagai Menteri
Kesehatan. Tak lama setelah itu, masih di hari yang sama, wanita berusia 72
tahun itu menyatakan bahwa kampanye kondom untuk kelompok seks berisiko akan
digalakkan dan itu selaras dengan MDGs poin 6, yaitu memerangi HIV/AIDS.
Nafsiah Mboi mengatakan, seks berisiko ialah setiap
hubungan seks yang berisiko menularkan penyakit dan atau berisiko memicu
kehamilan yang tidak direncanakan. Kampanye ini –menurut dia- menjadi penting,
mengingat masih banyak kasus kehamilan yang tidak direncanakan terjadi pada
remaja. "Oleh karena itu, ada kampanye yang menyasar generasi muda 15-24
tahun," ucapnya. "Di Undang-Undang, mereka yang belum menikah tidak
dapat diberikan kontrasepsi. Tapi setelah kami analisa, aturan itu sangat
berbahaya kalau tetap dilaksanakan tanpa melihat kenyataan di lapangan,"
ungkap Nafsiah. Terasa, dia tidak setuju dengan sebuah peraturan
perundang-undangan yang resmi berlaku.
Atas
kampanye aneh dari Bu Menteri yang waktu itu belum genap sehari menjabat itu,
banyak tokoh dan ulama yang menentangnya. Presidium Medical Emergency
Rescue Committee (MER-C) Jose Rizal Jurnalis menyatakan: “Cara berpikir
kampanye itu tidak dilandasi agama. Cara berfikirnya sangat liberal, seperti di
Amerika Serikat. Kampanye kondom Nafsiah Mboi adalah seks di luar nikah
dilarang agama, tetapi kalau terpaksa silahkan pakai kondom” (www.eramuslim.com 18/06/2012).
Ketua
Forum Silahturrahim Takmir Masjid dan Mushola Indonesia -Rhoma Irama- menilai:
''Kami menyesalkan sikap dari Menkes yang punya program kepada para remaja
14-24 tahun untuk menggunakan kondom. Ini sama saja dengan mendorong seks bebas
yang notabene melanggar norma agama dan kesusilaan'' (Republika
online 19/06/2012).
Peneliti INSISTS -Henri
Shalahuddin- menolak keras ide itu dan menyebut bahwa “Dampak pastinya
yang mendorong kehidupan seks bebas di kalangan remaja tanggung tidak diragukan
lagi” (www.hidayatullah.com
20/06/2012).
Ustadz Yusuf
Mansur sangat kaget dengan gagasan bagi-bagi kondom gratis (kondomisasi) kepada
kelompok seks berisiko, termasuk remaja. “Kampanye yang satu ini bikin heboh
negeri ini,” ujar pemimpin Pondok Pesantren Daarul Qur’an Tangerang itu di www.yusufmansur.com. Diapun berniat untuk segera
menghadap presiden dan menteri terkait.
Rupanya, akibat kerasnya penolakan dari berbagai
kalangan (termasuk dari MUI pusat), maka lewat sebuah video yang diunggah di
www.youtube.com Nafsiah Mboi menyampaikan semacam klarifikasi. Kata dia, kondom
hanyalah hal terakhir untuk mengurangi dampak buruk dari seks berisiko (www.kompas.com
20/06/2012).
Memang, setidaknya bagi sebagian orang, kondom
dianggap sebagai ‘Dewa Penolong’. Lihatlah, di setiap 1 Desember saat orang
memeringati Hari AIDS sedunia, sering di hari itu banyak kalangan yang
berkampanye memerangi AIDS dengan cara membagi-bagikan kondom kepada
masyarakat. Mereka seperti ingin mengatakan, “Mari teruskan budaya seks bebas,
sebab AIDS bisa kita lawan dengan kondom”.
Model kampanye seperti di atas dapat terkategori
sebagai bagian dari pembodohan publik. Sebab, antara lain, publik bisa saja
akan menganggap bahwa perzinaan -sebagai salah satu ’pintu masuk’ penyakit
AIDS- tak perlu dijauhi sebab ada kondom.
Di titik ini, segera terbayang bahwa praktik perzinaan
akan mudah berkembang. Jika kondom selalu digembar-gemborkan sebagai alat sakti
pencegah datangnya AIDS maka seks bebas akan marak.
Jika di setiap 1 Desember diperingati sebagai Hari
AIDS sedunia dengan cara membagi-bagi kondom, maka –sesungguhnya- hal tersebut
bukanlah sesuatu yang dapat menghilangkan penyakit AIDS. Tetapi, -bahkan
sebaliknya- bisa meningkatkannya. Hal itu sangat mungkin terjadi karena dipicu
oleh berkembang suburnya pergaulan bebas yang dirangsang oleh kampanye
penggunaan kondom. Mereka merasa aman berseks bebas lantaran yakin terlindungi
oleh alat kontrasepsi bernama kondom.
Dengan dalih apapun –termasuk untuk melawan AIDS dan
mencegah kehamilan yang tak diinginkan- maka setiap kampanye penggunaan kondom
–terutama kepada remaja- harus dikritisi secara serius. Sebab, yang paling kita
khawatirkan, kecuali semakin berkembangnya praktik seks bebas juga terutama
semakin terjauhkannya masyarakat dari nilai-nilai agama.
Mari, kita cermati! Hal yang mudah kita bayangkan jika
kampanye penggunaan kondom berhasil adalah, pertama, terciptanya
’atmosfir’ bahwa siapapun bisa berzina dengan tenang karena ada kondom. Kedua,
bisa mengantar orang untuk merasa lebih takut kepada AIDS ketimbang kepada azab
Allah yang pasti akan ditimpakan kepada pelaku seks bebas.
Duhai penguasa, hentikanlah semua bentuk pembodohan
publik. Sebaliknya, kepada penguasa diharapkan untuk melaksanakan amanah
menyejahterakan rakyat secara sungguh-sungguh lewat cara-cara yang bersesuaian
dengan Kehendak Allah dan berdasarkan pula kepada prinsip–prinsip yang selaras
dengan kedudukan kita sebagai manusia yang beradab.
Kita harus memberantas AIDS hanya dengan cara-cara
yang agama telah mengajarkannya. Bukankah kita adalah bangsa yang memiliki
pandangan hidup yang ber-“Ketuhanan yang Maha Esa”? Maka, seharusnya, semua
sikap dan kebijakan kita haruslah bersumberkan kepada ajaran dari Tuhan.
Tutup Pintu
Bagi
umat Islam, kampanye peningkatan penggunaan kondom jelas sangat potensial
bertentangan dengan ajaran Allah ini: “Dan
janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji dan suatu jalan yang buruk” (QS Al-Isra’ [17]: 32).
Singkat kata,
pemerintah wajib menutup semua pintu yang memungkinkan berkembang suburnya
perilaku seks bebas. Jangan malah sebaliknya, pemerintah mengampanyekan peningkatan
penggunaan kondom untuk sebuah seks yang aman, yang dapat dipersepsi sebagai
memberi peluang besar bagi praktik seks bebas.
Sumber: http://www.inpasonline.com