Pendiri NU; Pejuang Syariat Anti Nyeleneh
Jika ingin melihat ‘pendapat’ NU atas berbagai persoalan di tengah umat, kapanpun akan tetap relevan jika menjadikan pendapat atau pem...
https://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2012/06/pendiri-nu-pejuang-syariat-anti.html
Jika
ingin melihat ‘pendapat’ NU atas berbagai persoalan di tengah umat, kapanpun
akan tetap relevan jika menjadikan pendapat atau pemikiran Hasyim Asy’ari
sebagai salah satu referensi terpenting. Mengapa?
Ulama Pejuang
Hasyim Asy’ari pendiri NU (Nahdlatul Ulama).
Sepulang belajar dari Mekkah, pada 31/1/1926, NU didirikan sebagai media
perjuangan melestarikan tradisi-tradisi Islam berdasarkan mazhab Ahlus Sunnah
wal Jama’ah. Dia berkehendak menerapkan syariat Islam.
Riwayat Hasyim Asy’ari –antara lain- bisa kita
baca di www.tebuireng.net, ‘edisi’ 25/1/2009,
dengan judul “H.M. Hasyim Asy'ari Pendiri dan Pengasuh Pertama Pesantren
Tebuireng (1899 – 1947)”.
Nama lengkap dia adalah KH Muhammad Hasyim
Asy'ari. Dia lahir pada 14/2/l871 di Jombang. Pada usia 15 tahun, Hasyim
belajar di sejumlah pesantren seperti di Pesantren Wonorejo Jombang, Pesantren
Wonokoyo Probolinggo, Pesantren Langitan, dan Pesantren Trenggilis Surabaya.
Hasyim melanjutkan ke Pesantren Kademangan
–Bangkalan- diasuh Kiai Kholil bin Abdul Latif. Dia lalu belajar di Pesantren
Siwalan, Sidoarjo. Di kedua pesantren ini Hasyim belajar masing-masing selama 5
tahun.
Pada 1892 Hasyim ke Mekkah, berhaji. Kesempatan
itu digunakannya juga untuk mendalami ilmu. Hampir seluruh disiplin ilmu agama
dipelajarinya, terutama ilmu hadits.
Setahun berikutnya, Hasyim kembali ke Mekkah.
Di sana, dia rajin menemui ulama-ulama besar. Setelah ilmunya dinilai mumpuni,
Hasyim dipercaya mengajar di Masjidil Haram bersama tujuh ulama Indonesia
lainnya, seperti –antara lain- Syekh Nawawi al-Bantani dan Syekh Ahmad Khatib
al-Minangkabawi.
Pada 1899, Hasyim mendirikan Pesantren
Tebuireng di Jombang. Kecuali aktif mengajar, berdakwah, dan berjuang (bersama
rakyat merebut kemerdekaan Indonesia), Hasyim juga produktif menulis. Dia
menulis antara pukul 10 sampai menjelang dzuhur. Itu, waktu longgar untuk
membaca kitab, menulis, dan menerima tamu.
Karya Hasyim –mendekati dua puluh judul- banyak
yang merupakan jawaban atas berbagai problematika masyarakat. Misal, ketika
umat Islam banyak yang belum faham persoalan tauhid atau aqidah, Hasyim
menyusun Al-Qalaid fi Bayani ma Yajib min al-Aqaid, Ar-Risalah
al-Tauhidiyah, Risalah Ahli Sunnah wa al-Jama’ah, Al-Risalah fi
al-Tasawwuf, dan lain sebagainya.
Ada juga kitab At-Tanbihat al-Wajibat liman
Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarat. Situs www.tebuireng.net
memberi catatan, bahwa buku ini berupa: “Peringatan-peringatan wajib bagi
penyelenggara kegiatan maulid yang dicampuri dengan kemungkaran. Ditulis
berdasarkan kejadian yang pernah dilihat pada malam Senin, 25 Rabi’ al-Awwal
1355 H, saat para santri di salah satu pesantren sedang merayakan Maulid Nabi
yang diiringi dengan perbuatan mungkar, seperti bercampurnya laki-laki dan
perempuan, permainan yang menyerupai judi, senda-gurau, dan lain-lain. Pada
halaman pertama terdapat pengantar dari Tim Lajnah Ulama Al-Azhar, Mesir”.
Masih menurut situs yang sama, Hasyim juga
sering menjadi kolumnis di berbagai majalah, seperti Majalah Nahdhatul Ulama’,
Panji Masyarakat, dan Swara Nahdhotoel Oelama’. Biasanya tulisan Hasyim berisi
jawaban atas masalah-masalah fiqhiyyah yang ditanyakan banyak orang.
Anti-nyleneh
Tampak, Hasyim merupakan figur yang sangat
peduli dalam penegakan syariat Islam. Dia sangat tegas dalam menyikapi
tradisi-tradisi nyleneh yang tidak memiliki dasar hukum.
Bagaimana sikap Hasyim atas sejumlah masalah,
yang jika dihubungkan dengan persoalan-persoalan kekinian masih sangat relevan?
Di www.hidayatullah.com
22/4/2010 ada tulisan berjudul “KH Hasyim Asy’ari dan
Liberalisasi Pemikiran” yang ditulis Kholili Hasib alumnus Pascasarjana
Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor – Ponorogo.
Kholili menulis, bahwa dalam aspek keyakinan,
Hasyim pernah mewanti-wanti warga NU agar menjaga basic-faith dengan
kokoh. Di Muktamar NU ke-11, pada 9/6/1936, Hasyim menyampaikan nasihat-nasihat
penting, misalnya, ajakan untuk bersatu merapatkan diri melakukan pembelaan
saat ajaran Islam dinodai. Kholili lalu mengutip nasihat Hasyim: “Belalah agama
Islam. Berjihadlah terhadap orang yang melecehkan Al-Qur’an dan sifat-sifat
Allah Yang Maha Kasih, juga terhadap penganut ilmu-ilmu batil dan akidah-akidah
sesat.”
Atas nasihat di atas –yang sangat relevan
dengan situasi kekinian- kita langsung tertunduk. Sebab, berbagai ‘ajaran
nyleneh’ di sekitar kita langsung terbayang: Misal, pernah ada yang bilang
bahwa Al-Qur’an adalah Kitab yang paling porno. Ada yang menyatakan, bahwa kita
memerlukan Al-Qur’an edisi kritis. Ada yang berpendapat, bahwa jika syariat
Islam ditegakkan maka korban pertama adalah perempuan. Ada yang berteori, bahwa
semua agama sama dan karenanya kebenaran setiap agama relatif. Ada yang
menyimpulkan, bahwa kelak semua pemeluk agama yang berbeda akan masuk surga
yang sama, hanya melewati pintu yang berbeda.
Terutama di saat kita menghadapi
pikiran-pikiran munkar itu, di ketika kita berusaha menegakkan syariat Allah,
maka –seperti yang dikutip Kholili- patut untuk selalu kita renungkan nasihat
Hasyim ini: “Janganlah perbedaan itu (perbedaan furu’) kalian jadikan sebab
perpecahan, pertentangan, dan permusuhan”. Artinya, Hasyim meminta kita bersatu
menegakkan syariat dan melawan kemunkaran.
Sang Inspirator
KH Hasyim Asy'ari telah lama wafat, yaitu pada
25/7/1947. Tapi, dia telah mewariskan banyak hal. Setidaknya, ada tiga yang
inspiratif. Pertama, Hasyim adalah tipe pembelajar yang haus ilmu. Dia
buru ilmu ke berbagai penjuru.
Kedua,
organisasi yang didirikannya bernama bagus: Nahdlatul Ulama yang bermakna Kebangkitan
Ulama. Tentu saja mudah kita bayangkan, nasib seperti apa yang akan dirasakan
umat jika para ulama –sang Pewaris Nabi- bangkit dan bergerak secara
terorganisasi beramar ma’ruf nahi munkar menegakkan syariat Allah. Optimisme
tersulut dengan nama organisasi yang bagus.
Ketiga, dari
warisan berupa sejumlah bukunya, kita akan terus dapat mengambil pelajaran
darinya andai ada persoalan-persoalan keislaman yang memerlukan penyelesaian.
Misal, bagaimana seharusnya menyikapi pemikiran-pemikiran nyleneh -yang
liberal-, yang kerap mengacak-acak syariat Islam.
Sumber: http://www.inpasonline.com