PP. Al Anwar Sarang; Disinilah Hubungan Emosional Assunniyyah Terkait
Sekilas Pondok Pesantren Al Anwar. Pesantren Sarang, adalah pesantren yang ada di Sarang. Entah bagaimana asbabul wurudnya, nama pesantren...
http://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2011/08/pp-al-anwar-sarang-disinilah-hubungan.html
Sekilas Pondok Pesantren Al Anwar.
Pesantren Sarang, adalah pesantren yang ada di Sarang. Entah bagaimana asbabul wurudnya, nama pesantren selalu lebih lekat dengan daerahnya ketimbang "nama resmi" lembaganya. Malah acap kali orang menyebutkan pesantren dengan nama Kyainya, misalnya Pondoke Mbah Maimun Sarang, atau Pondoke Mbah Kholil Rembang dan seterusnya. Sampai sekarang, orang lebih menyebut pondok Lirboyo, misalnya, karena berada di Lirboyo atau pondok Ploso, karena berada di Ploso. Tak berbeda pula dengan pondok Sarang.
Jika menilik letak geografisnya, tentu tidak ada yang menarik di sini. Kompleks Pesantren adalah tanah yang gersang, bangunannya juga tidak terlalu istimewa. Namun jangan salah sangka, Sarang adalah media semai bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Dari rahim pondok Sarang, beriatus-ratus tokoh agama mengenyam "pahit-getirnya" memburu pengetahuan.
Tidak salah jika Sarang kemudian dibutuhkan masyarakat. Sekian ribu santri berjubel dan hilir mudik memburu tempat pengajian. Beribu-ribu mulut selalu komat-kamit menghapalkan materi pelajaran. Hari-hari di Sarang tidak akan pernah bisa dibatasi oleh putaran jarum jam.
Sebelum adzan Subuh berkumandang, lantunan ayat Qur'an sudah menyambutnya. Setelah jama'ah subuh, beberapa tempat mengaji sudah penuh. Sebentar setelah mentari muncul, ribuan santri bagai lebah berterbangan menuju madrasah. Sebagian lagi memenuhi ruang untuk muhadloroh.
Siang sampai sorepun tidak ada waktu yang kosong. Malam hari apalagi. Aktifitas para penghuni Sarang seperi tidak pernah memberi peluang waktu untuk berlalu percuma. Sarang benar-benar samudra ilmu yang tiada tepinya.
Pesantren tetaplah pesantren. Itu yang tidak bisa kita lupakan. Segala keunikan dan keanehan bisa kita saksikan di dalamnya. Tempat ini merupakan melting bowl bagi sekian banyak produk budaya yang melekat pada setiap santri. Sehingga interaksi dari sekian banyak santri selain menjadikan mereka akrab, juga menjadikan mereka menemukan kreativitas baru.
Anda bisa membayangkan misalnya, bagaimana orang "kulonan" yang biasa bersopan santun ketamu dengan orang "wetanan" yang lebih suka bloko suto. Anak petani yang berbudaya agraris harus hidup sekamar dengan anak pedagang yang biasanya lebih rasional. Dan tentu masih banyak lagi. Kekayaan tradisi yang ada tidaklah mati atau dimatikan, namun disinergikan kedalam sebentuk akulturasi yang kreatif. Sehingga muncul hibrida baru, hibrida khas pondok pesantren.
Anda lewat saat ada orang makan, pasti akan ditawari "Monggo, Kang. Ndogol..! Atau misalnya masuk warung, anda akan mendengar Es Jarang, mBolot atau misalnya anda bertingkah menyakitkan, pasti langsung "disambut" dengan Kake'ane..! Sambutan khas orang pesisiran. Jika berjalan ke timur Pondok, anda akan ketemu Warung Mak Lampir dan bila ke selatan, Anda akan tiba di Warung Kolera.
Itulah pondok Sarang, selain gudangnya istilah, ia menjadi gudangnya pengetahuan. Bagaima tidak, para santri tidak hanya mengaji dan menghapal kitab semata, bahkan juga menghapalkan kamus Arab, misalnya nadzam Ro'sun Sirah, Mafriqun Nyeng unyengan dst. Semua itulah yang bisa kita rasakan sehari-hari di pondok Sarang.
Tidak berlebihan kalau pondok Sarang selalu menempati ruangan tersendiri di hati para santri dan alumni. Segudang perasaan bercampur baur dibingkai rasa suka, kangen dan penasaran. Siapapun tentu akan terlintas tentang masa-masa nyantri di sana. Dan itulah yang menjadikan Sarang tidak cuma hidup di kenyataan sehari-hari, tapi juga selalu hidup di dalam hati.
Hubungan Emosional Assunniyyah Dengan Al Anwar
Tokoh Assunniyyah pertama yang mempunyai hubungan emosional dengan Al-Anwar ialah Sang Pendiri dan Pengasuh Awal PP. Assunniyyah, KH. Jauhari Zawawi. Beliau pernah menjadi menantu Mbah Ky. Masykur dan sempat mempunyai dua orang putera, walaupun keduanya meninggal saat berusia dini. Mbah Ky. Masykur adalah putra Mbah Tolo (Mbah Murtadlo), ulama yang mendatangkan Kitab Ihya' pertama kali ke tanah Sarang. Saat di Sarang KH. Jauhari Zawawi disamping membantu mengajar di pesantren mertuanya, beliau juga berguru kepada Mbah Mad (Ahmad Syuaib), Mbah Imam dan Mbah Zubair (Ayah kandung KH. Maimun Zubair).
Tokoh kedua ialah KH. A. Sadid Jauhari, putra kedua KH. Jauhari Zawawi. Beliau menghabiskan masa belajarnya di PP. Al-Anwar sebelum muqim di Mekah. Hubungan emosional Assunniyyah semakin kuat dengan adanya hubungan perkawinan antara KH. A. Sadid dengan Hj. Sholihah Zubair adik kandung KH. Maimun Zubair.
Semua putra dan putri KH. A. Sadid Jauhari kecuali Mas Shofiyur Rohman (masih kecil), pernah mengenyam pendidikan di PP. Al-Anwar. Putra KH. Sadid Jauhari yang kini masih belajar di Al-Anwar ialah Mas Hasyim. Menantu KH. Sadid Jauhari, KH. Sholahudin Munsif juga alumni Al-Anwar Sarang.
Tokoh yang lain ialah KH. Khoir Zad Maddah, putra KH. Maddah Zawawi, dan KH. Ahmad Laiq putra KH. Athoillah yang mana keduanya adalah adik kandung KH. Jauhari Zawawi. Gus Ya' (Sebutan Akrab KH. Khoir Zad) dan Gus Laiq menyelesaikan pendidikan terakhir mereka di Al-Anwar Sarang.
Putra-putra para masyayikh Assunniyyah yang mondok di Al-Anwar, selain di atas ialah Mas Robit (Alumni) dan Mas Iqbal. Keduanya putra Al-Marhum KH. A. Fahim Jauhari. Ahmad Layin dan adiknya, putra KH. A. Laiq Athoillah.
Bagi kebanyakan santri Assunniyyah, PP. Al-Anwar adalah tujuan utama meneruskan pendidikan setelah Assunniyyah. Dan hingga saat ini ada belasan alumni Assunniyyah yang masih belajar di Al-Anwar.