Mekanisme 'Brainwash' Salafi/Wahabi
Siapa yang akan direkrut? Ada beberapa macam karakteristik dalam figur seorang muslim yang menjadi target implementasi ‘silabus’ yang...
https://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2011/10/mekanisme-brainwash-salafiwahabi.html?m=0
Siapa yang akan direkrut?
Ada beberapa macam karakteristik dalam figur seorang muslim yang menjadi target implementasi ‘silabus’ yang akan diterapkan wahabi. Beberapa macam karakteristik ini bisa saja sekaligus ada dalam satu figure seorang muslim, meskipun tidak semuanya seperti itu, sebab jika kita berbicara mengenai karakter atau sifat manusia, tentu saja berbeda-beda satu sama lainnya. Figur dengan karakreristik-karakteristik ini akan mudah dibina dan dirubah dalam ‘sekejap’ mulai dari perilaku, prinsip, gaya hidup dan idealisme hingga menjadi sosok muslim yang ‘kaffah’ menurut mereka serta banyak manfaat yang dapat diambil darinya.
Macam-macam karakteristik itu antara lain adalah : seorang muslim yang awwam dalam masalah agama (jelas sosok muslim seperti ini akan mudah sekali menerima ilmu darimanapun datangnya tanpa mencermati adanya manipulasi informasi dari pihak tertentu). Ia seorang yang masih muda dengan ghirah atau semangat dalam pencarian jatidiri, semangat dalam minat untuk membaca, belajar agama, semangat juang mereka yang tinggi terhadap membela agama namun dibekali ilmu yang sedikit, bahkan lebih spesifik lagi ia tidak memiliki basic atau pengalaman belajar melalui pesantren. Ada pula seseorang yang memiliki temperamental tinggi dan seseorang yang memiliki latar belakang finansial yang kuat sampai pada seorang jenius sekalipun namun ia memiliki orientasi yang tinggi terhadap harta. Inilah beberapa macam karakteristik seseorang yang akan sangat mudah dijerat dan menjadi target implementasi misi dan visi mereka nantinya.
Figure seseorang dengan beberapa macam karakteristik diatas ini, biasanya sangat mudah untuk diajak ‘berjalan’ bersama mereka dalam meniti ‘jalan Islam’ untuk masuk menuju sebuah pintu aqidah yang mereka sebut ‘al-muwahhidun’, aqidah tauhid yang murni karena telah mengikuti ‘pemahaman salafush shalih’ dan memegang teguh pada ‘qur’an dan sunnah’ menurut sudut pandang mereka pula tentunya. Dengan mudah sekali ia akan menerima ilmu dan informasi yang tanpa disadari ternyata sebenarnya hanya bentuk intimidasi dan doktrinisasi, yang selanjutnya akan menyeret keterlibatannya terhadap ‘penyebaran paham dan perilaku ekstrim’ golongan ini.
Lalu apa maksud dari ‘penyebaran paham dan perilaku akstrim’ yang disebut di atas ?
Berbicara mengenai ‘penyebaran paham’ tentu kita telah mengerti maksudnya. Bahwa wahabi memiliki paham tajsim dan tasybih dalam aqidahnya yang secara ‘paksa’ ingin menggantikan aqidah ahlussunnah waljama’ah yang dipegang teguh seluruh umat muslim. Sedangkan maksud dari ‘perilaku ekstrim’ itu ialah fundamentalisme agama yang dicirikan sebagai sikap memaksakan (bahkan dengan kekerasan) agama dan kepercayaannya kepada seluruh umat manusia. Kitab suci Al-Qur’an dijadikan motor penggerak karena ditafsir atau lebih tepatnya diterapkan secara harfiah (tekstual) tanpa mempertimbangkan arti ‘hermeneustis’-nya berupa aktualisasi pesan untuk masa kini. Maka manifestasi dari kejumudan itu – karena meninggalkan konteksual kitab suci ini (literer sambil menolak metafoar/majâz), akhirnya – Islam dinilai memiliki kekerasan struktural seperti terorisme, radikalisme dan fanatisme ditangan mereka.
Apa saja metode yang diterapkan ?
Kembali pada maksud dari judul catatan ini mengenai mekanisme ‘brainwash’ atau prosesi cuci otak ala wahabi kepada para pengikutnya. Maksud pengikut disini adalah mereka yang kebanyakan memiliki karakreristik yang telah disebutkan diatas. Pada awalnya ia akan diajak kesebuah pengajian agar memahami Islam secara ‘kaffah’. Pada proses awal ini memang berbeda-beda cara mereka mendapatkan pemahaman agama yang keliru. Ada yang karena sengaja dipinjami buku-buku paham wahabi dan ada pula yang memang tidak secara disengaja menemukannya melalui media internet sampai begitu ‘tega’ menyerahkan bimbingan aqidahnya melalui sebuah website. Lalu mereka dibimbing belajar tentang cara baca Al-Qur’an dan tatacara shalat yang benar. Namun biasanya itu tidak berlangsung lama (..mungkin dirasakan tindakan ini akan memakan waktu terlalu lama dalam membuahkan hasil; minimal target menjadikannya ‘simpatisan’ bisa ga’ kelar nantinya..). Perjalanan ‘pencarian ilmu’ akan disingkat untuk melangkah pada kajian qur’an melalui kitab maupun buku-buku tafsir mereka (wahabi) dan dilanjutkan pada kajian takhrij hadits yang kesemuanya itu – baik qur’an maupun hadits, akan membahas mengenai aqidah (tauhid versi golongan mereka yang sesungguhnya) dan pengamalan ibadah ‘sebagaimana yang dicontohkan Nabi’; padahal menurut mereka yang wahabi karena diajari oleh buku albani.
Pengajaran dalam aqidah adalah mengenal aqidah ‘trinitas’ rububiyyah-uluhiyyah-asma was shifat, yang dilanjutkan pada pembahasan ayat mutasyabihat. Kemudian dalam kajian hadits membahas status kekuatan hukum beberapa hadits dan membandingkannya dengan hadits-hadits yang dianggap ‘keliru’, yang selama ini digunakan atau diamalkan oleh orangtua mereka (peserta pengajian yang masih awwam itu-pen) secara turun temurun hingga lahirlah asumsi; “..oh, berarti selama ini aku beribadah dengan menyalahi tuntunan Islam dan Rasul.., selama ini aku dan orang tuaku adalah pelaku bid’ah dan penyembah kuburan.. ..selama ini aku bermaulid ternyata hanya mengikuti cara kaum kuffar..”. (..alangkah bodohnya jika kalian berpikir sempit seperti ini, wahai pengikut wahabi yang tertipu..).
Gerakan wahabi ini dimotori oleh para juru dakwah terlatih dalam ‘metode’ dakwahnya yang memukau dengan mengeluarkan dalil-dalil hujjah, namun sebenarnya akan terdengar ‘lucu’ bagi yang telah memahaminya. Konsep paling mendasar dalam dakwah mereka ialah; ..kebanyakan ujung-ujungnya membuat keragu-raguan tentang amal ibadah dan lalu menebarkan kebencian dan permusuhan. Mereka gemar menuduh golongan Islam yang tak sejalan dengan dengan tuduhan kafir, syirik dan ahli bid’ah tanpa kajian lebih lanjut dan objektiv, tiada yang lain dianggap benar selain dari pemahaman sepihak saja dari golongan mereka. Itulah ucapan yang selalu didengungkan di setiap kesempatan pengajian, daurah dan semacamnya didepan para pengikutnya. Walaupun dalam jargon-jargon mereka mengatakan ‘pengikut salafush shaleh’, mereka sebenarnya tidak menjadikan seluruh ajaran ulama salaf atau pendapat-pendapat ulama salaf sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan beragama, tetapi yang mereka lakukan sebenarnya adalah memilih-milih (mensortir/menyeleksi) pendapat para ulama salaf yang sejalan dengan mereka.
Beberapa contoh ‘kemasan’ pembelajaran yang berhasil menipu banyak pengikutnya, padahal fatwa-fatwa atau sikap beragama mereka banyak yang bertentangan dengan para ulama salaf. Contohnya:
- Mengaku beribadah selalu berdasarkan sunnah Rasulullah SAW seperti tidak suka memakai ‘imamah (sorban yang dililit di kepala), padahal itu adalah sunnah Nabi yang dikerjakan oleh para ulama salaf, seperti Imam Malik bin Anas (Ad-Dibaj al-Madzhab, Ibrahim al-Ya’muri, juz 1, hal. 19), dan lainnya; yang intinya tidak ada contoh dari Rasulullah !
- Menganggap bahwa membaca al-Qur’an di kuburan adalah bid’ah dan haram hukumnya, sementara Imam Syafi’I & Imam Ahmad menyatakan boleh dan bermanfaat bagi si mayit (Fiqh as-Sunnah, Sayyid Sabiq, juz 1, hal. 472). Bahkan Ibnul-Qayyim (rujukan wahabi) menyatakan bahwa sejumlah ulama salaf berwasiat untuk dibacakan al-Qur’an di kuburan mereka (Ar-Ruh, Ibnul Qayyim al-Jauziyah, hal. 33).
- Berpendapat bahwa bertawassul dengan orang yang sudah meninggal seperti Rasulullah SAW atau para wali adalah bid’ah yang tentunya diharamkan, padahal para ulama salaf (seperti: Sufyan bin ‘Uyainah, Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Syafi’I, Imam Ahmad, Imam Ibnu Khuzaimah, Imam Thabrani, dan lain-lainnya) bukan hanya membolehkannya, bahkan mereka melakukannya dan menganjurkannya (Membongkar Kebohongan Buku “Mantan Kiai NU Menggugat Shalawat & Zikir Syirik”, Tim PCNU Jember, hal. 37-54).
- Mereka tidak mau menerima pembagian bid’ah menjadi dua (sayyi’ah/madzmumah & hasanah/mahmudah) karena menurut mereka setiap bid’ah adalah kesesatan. Padahal Imam Syafi’I (ulama salaf) telah menyatakan pembagian itu dengan jelas, dan pendapatnya ini disetujui oleh mayoritas ulama setelah beliau.
- Mereka sangat alergi dengan hadis-hadis dha’if (lemah), apalagi yang dijadikan dasar untuk mengamalkan suatu amalan yang mereka anggap bid’ah, padahal ulama salaf seperti Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Mahdi menganggap hadis-hadis dha’if sebagai hujjah dalam hukum. Sedangkan para ulama hadis telah menyetujui penggunaan hadis-hadis dha’if untuk kepentingan fadha’il a’mal (keutamaan amal). (al-Ba’its al-Hatsis, Ahmad Muhammad Syakir, Dar al-Kutub al-’Ilmiyah, Beirut, hal. 85-86).
- Para ulama salaf tidak pernah mengharamkan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW atau yang lainnya sebagaimana yang difatwakan kaum Wahabi sebagai bid’ah tanpa dalil terperinci.
- Para ulama salaf tidak pernah memandang sinis orang yang tidak sependapat dengan mereka, dan mereka juga tidak mudah memvonis orang lain sebagai ahli bid’ah, apalagi hanya karena perbedaan pendapat di dalam masalah furu’ (cabang). Imam Ahmad yang tidak membaca do’a qunut pada shalat shubuh tidak pernah menuding Imam Syafi’I yang melakukannya setiap shubuh sebagai pelaku bid’ah.
Masih banyak hal-hal lain, yang bila ditelusuri maka akan tampak jelas bahwa antara pemahaman wahabi dengan para ulama salaf tentang dalil-dalil agama sungguh jauh berbeda.
Mereka tidak pernah mengakui jasa para ulama Islam manapun kecuali dari kelompok mereka sendiri. Mereka tidak akan pernah tahu dan memberi tahu, siapa itu ‘wali songo’, siapa itu ulama-ulama ahlussunnah dari generasi salaf sampai khalaf, sampai ulama-ulama yang mengikuti ahlussunnah waljama’ah di negeri ini; Indonesia – dimana sekarang mereka berada. Di negeri kita ini, mereka menafikan keberadaan para Kya’i (ulama) di sekitarnya, mereka terlihat sekali seperti menaruh dendam dan kebencian mendalam kepada para Habaib, dan terhadap Wali Songo yang menyebarkan dan meng-Islam-kan penduduk negeri ini bahkan diantaranya termasuk keluarga mereka sendiri ! Menyedihkan, sekaligus teramat prihatin kepada para pengikut wahabi ini.
Dalam prosesi ‘cuci otak’ itu, para peserta pengajian akan terbawa arus untuk mengikuti teks mutasyabihat dengan pemahaman yang formalistis dan tekstual, mengikuti hawa nafsu, menghujat generasi salaf, tidak mengetahui posisi sunnah sampai mereka patuh pada ‘ritual’ pembid’ahan, penyesatan, pengkafiran hingga berkurangnya rasa ukhuwwah sesama muslim karena telah menjadi individu-individu yang eksklusive karena merasa benar sendiri. Baik secara langsung maupun tidak, maka tertanamlah dihati para peserta pengajian itu ‘perintah-perintah suci nan terpuji’ untuk tidak berkasih sayang, tidak berteman, tidak semajelis dan shalat di belakang golongan sesat dan ahlul bidah, dan jangan ungkapkan kebaikannya dan selalu ungkapkan keburukan golongan sesat dan bidah’, inilah propaganda golongan wahabi yang menipu kaum awwam saudara-saudara kita. Kalimat-kalimat propaganda wahabi dalam memecah belah umat muslim ini bisa kita temukan di tulisan Abu Abdillah Jamal binFarihan Al-Haritsi: “Menepis Penyimpangan Manhaj Dakwah”, dan literatur kitab-kitab wahabi lainnya.
Selanjutnya, mereka biasanya membagi-bagikan selebaran dan buku-buku.., bisa gratis, dan ada juga yang harus dibeli. Bisa ‘ngeteng’, bisa juga beli secara paket. Tidak berselang lama, mereka sudah biasa dipanggil ‘ustadz’. Saat melenggangkan kaki dengan gelar ‘al-Ustadz’-nya itu, mereka lupa akan pentingnya sanad ilmu. Mereka lupa bahwa paulus telah mengklaim ini dan itu. Namun, apakah klaimnya itu keluar dari lisan yang bersambung kepada lisan Nabi Isa? Tidak ada ilmu yang benar tanpa sanad yang bersambung kepada para pembawa berita dari Allah SWT.
Manifestasi atau hasil produksi ‘Brainwashed’
Apa hasil yang didapat dari prosesi ‘brainwashed’ (cuci otak) dari wahabi ini ? Saya tidak akan menghitungnya dengan angka, namun akan menyebutnya secara acak agar tidak diasumsi bahwa ini adalah sebuah urutan atau tingkatan dari kronisnya sebuah penyakit yang akut dari para pengikut wahabi.
Mereka, simpatisan dan pengikut wahabi ini akan hilang keperduliannya terhadap cinta tanah air dan bangsa. Mereka hanya akan mencintai terhadap internal lingkungan dan golongannya sendiri, walaupun disaat ‘kecerdasan’ mereka meningkat, tidak menutup kemungkinan mereka akan membenci ‘bekas’ temannya saat ia memisahkan diri dari golongan tersebut karena ia merasa telah menemukan ijtihad baru tentang kebenaran berdasarkan qur’an dan sunnah, tentunya berdasarkan pemikirannya sendiri (imbas dari konsep kebebasan berijtihad) ditambah dengan menganggap sesat bekas temannya tadi (timbulnya sekte-sekte wahabi).
Mereka tidak mau tahu bahwa sebagai warga negara mesti mengikuti dan menghargai tradisi, budaya, dan etika berbangsa dan bernegara, dibedakan dari ritual beragama. Ikatan ‘emosiona’l kepada ustaz, senior, dan kelompoknya lebih kuat daripada ikatan keluarga dan dan saudara semuslim lainnya (erat kaitannya dengan ta’ashub alias fanatisme). Ada beberapa di antara mereka yang mengenakan pakaian secara khas yang katanya sesuai ajaran Islam, serta bersikap sinis terhadap yang lain. Menganggap umat Islam di luar kelompoknya dianggap fasik dan kafir sebelum melakukan hijrah; bergabung dengan mereka. Mereka enggan dan menolak mendengarkan ceramah keagamaan di luar kelompoknya. Meskipun pengetahuan mereka tentang Alquran masih dangkal, namun mereka merasa memiliki keyakinan agama paling benar, sehingga meremehkan, bahkan membenci ustaz dan ulama di luar kelompoknya. Dan yang paling populer; mereka menjadi biang kerok perpecahan umat. Selalu meributkan khilafiyyah dan furu serta berkoar-koar meneriakkan tabdi’ dan takfir.
Tidaklah mengherankan disana-sini kita melihat dan mendengar teriakan-teriakan hingga terjadinya huru-hara dan bentrokan fisik; ‘BID’AH ! SESAT ! KAFIR ! dan BOOM !!!
Lahirnya produk-produk zionis dalam Islam ?
Dibagian ini, saya serahkan pada pemikiran masing-masing pembaca. Entah kebetulan ada persamaan dalam misi menjauhkan ummat Islam dengan Baginda Nabi dan ajaran yang dibawa beliau – atau memang dibalik kampanye pengikut Wahabi, terselubung agenda Yahudi yang ingin menghancurkan agama Islam melalui tangan-tangan pemeluknya sendiri. Persis dengan fitnah yang dilancarkan Abdullah bin Saba pada masa Sayidina Usman dan Ali. Isu Radikalisme Islam ataupun bentuk gerakan Islamo Phobia yang terus menerus dilancarkan oleh Barat yang salibis dan zionis itu harus kita waspadai secara seksama dengan membimbing umat mempelajari agama Islam dengan sungguh-sungguh dan benar dari sumber yang tsiqah, sebab arus informasi dan teknologi sedang dikontrol oleh mereka.
Pesan kami kepada para simpatisan, pengikut, bahkan da’i salafi/wahabi; mohon luangkan waktu sebentar, renungkan barang sejenak. Bahwa hati yang paling Allah kasihi ialah hati yang paling lembut terhadap saudaranya, paling bersih dalam keyakinannya dan paling baik dalam agamanya. InsyaAllah, jika hati tak sekeras batu, dada akan terasa lapang, pikiran pun tidak beku dan buntu. Semoga kita semua mendapat hidayah serta inayah dari Allah Subhanahu Wata’ala.
Catatan ini ditulis Oleh Dean Sasmita