Ibrahim bin Adham: Meninggalkan Kekuasaan demi Akhirat
Ibrahim bin Adham bin Mansur bin Zaid bin Jabir al-‘Ijli adalah figur seorang pemimpin yang arif dan bersikap zuhud. Beliau dijahirkan se...
https://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2012/10/ibrahim-bin-adham-meninggalkan.html
Ibrahim bin Adham bin Mansur bin Zaid bin Jabir al-‘Ijli adalah figur seorang pemimpin yang arif dan bersikap zuhud. Beliau dijahirkan sekitar tahun 100 H di sebuah kota besar bernama Yablakh. Beliau adalah salah satu dari para shalihin yang berasal dari keturunan para penguasa. Ayah beliau adalah seorang penguasa di Khurasan.
Suatu ketika beliau keluar rumah untuk berburu hewan. Di tengah keasyikannya berburu, telinganya mendengar suara tanpa rupa. Suara itu memanggilnya: “Wahai Ibrahim! Bukan untuk ini kamu diciptkan dan bukan dengan ini kamu diperintah!”.
Semenjak itu beliau bersumpah untuk tidak berbuat durhaka kepada Allah azza wa jalla dan meninggalkan kemewahan Istana. Beliau sering melakukan perjalanan untuk menuntut ilmu, agar mampu mendorong dirinya untuk semakin bersemangat dalam meningkatkan ibadah.
Dalam Risalah Al-Qusyairiyah disebutkan bahwa semenjak kejadian saat berburu, beliau meninggalkan istana, berjalan menuju padang pasir dan berguru dan berkhidmah kepada Sufyan Ats-Tsuri dan Fudlail bin ‘Iyadl. Suatu ketika, saat berada di Syam beliau bertemu seorang lelaki di tengah padang pasir. Ia mengajari beliau sebuah asma mu’adzom dan menyuruh beliau untuk selalu mengamalkannya dalam doa. Setelah beberapa waktu, Ibrahim bin Adham bermimpi bertemu Nabi Khidir.
Ibrahim bin Adham adalah seorang yang zuhud. Beliau meninggalkan kekuasaan dan kedudukan dan selalu berpakaian sederhana. Beliau sering berpuasa, walau dalam keadaan bepergian, sedikit tidur dan memperbanyak tafakur. Ia makan dari hasil pekerjaannya sendiri sebagai buruh panen dan penjaga kebun.
Abu Nu’aim dari Abu Ishaq al-Fazari, ia berkata bahwa Ibrahim bin Adham pada bulan ramadhan menjadi buruh panen di siang hari dan melakukan shalat pada malam harinya. Selama 30 hari ramadlan, beliau tidak pernah tidur, baik siang maupun malam.
Diantara kezuhudan beliau ialah jika mempunyai makanan yang enak, maka beliau menyuguhkannya kepada teman-temannya. Sementara ia makan hanya dengan sepotong roti dan minyak zaitun.
Ibnul Jawzi dalam kitab Shafwah al-Shafwah” menuturkan kisah dari Ahmad bin Daud bahwa suatu ketika Yazid berjumpa Ibrahim bin Adham yang sedang menjaga kebun. Yazib berkata: “Ambilkan aku anggur!”. Ibrahim berkata: “Pemilik kebun tidak mengizinkan aku!”. Yazid mengambil cambuk dan hendak mencambuk beliau. Beliau menundukkan kepada dan berkata: “Pukullah kepala yang dzalim dan durhaka kepada Allah Azza wa jalla.”
Karamah Ibhrahim bin Adham
Sebagaimana maklum bahwa pada sebagian aulia muncul karamah yang merupakan kejadian yang keluar dari kebiasaan sebagai bukti kebenaran ittiba’ mereka kepada Rasulullah. Ibrahim bin Adham adalah bagian dari aulia itu, seperti yang dikisahkan oleh Yusuf An-Nabhani dalam kitab “Jami’ Karamat al-Aulia”. Suatu saat sekelompok orang datang kepada Ibrahim bin Adham dan berkata: “Hai Abu Ishaq! Ada harimau menghalangi jalan kami”. Beliau menghampiri Harimau itu dan berkata: “Hai Abu Harits, jika kamu diperintah sesuatu untuk kami, maka lakukan apa yang telah diperintahkan. Jika kamu tidak diperintah apa-apa, maka menyingkirlah dari jalan kami”. Si Harimau itupun melangkah pergi.
Dalam kitab “Raudl al-Rayyahin” disebutkan karamah Ibrahim bin Adham yang lain. Suatu saat beliau hendak menaiki perahu milik seorang nelayan. Tetapi nelayan itu tidak mau memuatnya kecuali memberinya satu dinar. Ibrahim bin Adham lalu mekalukan shalat 2 rakaat dan berdoa: “Ya Allah mereka meminta kepadaku sesuatu yang tidak pernah aku miliki. Sedangkan ia ada banyak di sisiMu!”. Pasir-pasir pun berubah menjadi dinar. Beliau hanya mengambil satu lalu memberikannya kepada nelayan itu.
Banyak kata-kata hikmah yang muncul dari lisan beliau, diantaranya adalah:
مَنْ عرف ما يطلب هان عليه ما يبذل، ومن أطلق بصره طال أسفه، ومن أطلق أمله ساء عمله، ومن أطلق لسانه قتل نفسه.
“Barang siapa tahu apa yang ia cari, maka apa yang ia berikan adalah hina. Barang siapa membebaskan pandangan, maka akan lama penyesalannya. Barang siapa membebaskan agan-ngannya, maka buruklah pekerjaannya. Dan barang siapa membebaskan lisannya, maka berarti ia telah membunuh dirinya sendiri”.
قلة الحرص والطمع تورِث الصدق والورع، وكثرة الحرص والطمع تورث الهم والجزع
“Sedikit keinginan dan ketamakan mengakibatkan kejujuran dan kehati-hatian. Banyaknya keinginan dan ketamakan menimbulkan kesusahan dan kesedihan”.
Diceritakan dari Ahmad bin Hadhrawaih bahwa sesungguhnya Ibrahim bin Adham berkata kepada seorang lelaki saat ia sedang thawaf di sekitar Ka’bah: “Ketahuilah bahwa, kamu tidak akan memperoleh derajat shalihin kecuali telah melewati enam tingkatan. Pertama: menutup pintu nikmat dan membuka pintu kesusahan. Kedua: memutup pintu kemuliaan dan membuka pintu kehinaan. Ketiga: menutup pintu santai dan membuka pintu semagat. Keempat: menutup pintu tidur dan membuka pintu terjaga. Kelima: menutup pintu kaya dan membuka pintu miskin. Keenam: menutup pintu angan-angan dan membuka pintu untuk bersiap untuk kematian”.
Beliau Wafat di Syam pada tahun 162 H, dimakamkan di perbukitan di pantai Suria. Al-Munadi mengatakan bahwa ia pernah menziarahi makamnya dan mendapatkan barakah.
رحم الله سيدنا ابراهيم بن أدهم وأمدنا بأمداده وحشرنا في زمرته وزمرة الصالحين يوم الدين