Perang Badar; Dari Kehinaan Menuju Kemuliaan (1)
Perang Badar adalah pertempuran besar pertama antara umat Islam melawan musuh-musuhnya. Perang yang terjadi pada hari Ahad, 17 Ramadla...
https://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2013/07/perang-badar-dari-kehinaan-menuju.html?m=0
Perang Badar adalah pertempuran besar pertama antara umat Islam melawan musuh-musuhnya. Perang yang terjadi pada hari Ahad, 17 Ramadlan Tahun ke-2 setelah hijrah ini (13 Maret 624 M) dipimpin oleh Amr bin Hisyam Al-Makhzumi dari pihak kuffar Quraisy dan Rasulullah shallallahu alaihi wasalam di pihak muslimin. Pasukan Quraisy terdiri dari 200 tentara berkuda dari 1000 pasukan. Sementara pihak muslimin hanya berkekuatan 313 pasukan dan hanya didukung oleh 2 ekor kuda dan 70 ekor unta. Namun dengan kekuatan yang sedikit itu, atas kekuasaan Allah, kaum muslimin tampil sebagai pemenang, dan menjadikan mereka sebagai suatu kekuatan baru yang patut untuk diperhitungkan.
Perang ini terjadi, ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasalam mendapatkan informasi bahwa kafilah dagang yang paling banyak membawa harta, sedang dalam perjalanan dari Suriah (Syam) menuju Mekah. Kafilah ini dipimpin oleh Abu Sufyan bin Harb dan dijaga oleh 40 orang pengawal. Atas informasi ini, kaum muslimin terutama dari kalangan Quraisy berkeinginan untuk mencegat kafilah itu, merampas harta yang ada, sebagai ganti atas harta dan rumah yang dijarah kuffar Quraisy saat mereka melakukan hijrah.
Rencana kaum muslimin ini ternyata didengar oleh Abu Sufyan. Ia pun mengutus Dlamdlam bin Amr al-Ghifari menuju Mekah, meminta bala bantuan untuk malindungi harta-harta yang mereka bawa. Informasi Dlamdlam dengan sikap provokatif membuat kuffar Quraisy segera bersiap, bukan hanya untuk melindungi kafilah, tapi juga bertujuan untuk perang. Ditambah lagi dengan keikutsertaan Iblis yang menyamar sebagai Suroqoh bin Malik Al-Madlaji daro Bani Kinanah, sesuai dengan firman Allah:
وَإِذْ زَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ وَقَالَ لَا غَالِبَ لَكُمُ الْيَوْمَ مِنَ النَّاسِ وَإِنِّي جَارٌ لَكُمْ فَلَمَّا تَرَاءَتِ الْفِئَتَانِ نَكَصَ عَلَى عَقِبَيْهِ وَقَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكُمْ إِنِّي أَرَى مَا لَا تَرَوْنَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَاللَّهُ شَدِيدُ الْعِقَابِ (الأنفال: 48)
"Dan ketika syaitan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan: "Tidak ada seorang manusiapun yang dapat menang terhadapmu pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu". Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling lihat melihat (berhadapan), syaitan itu balik ke belakang seraya berkata: "Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu, sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; sesungguhnya saya takut kepada Allah". Dan Allah sangat keras siksa-Nya". (QS. Al-Anfal: 48)
Hampir semua pembesar Quraisy ikut serta kecuali Abu Lahab bin Abdul Muthalib yang mewakilkan dirinya kepada orang yang berhutang kepadanya.
Di Juhfah, sebelah selatan Badar, Abu Sufyan bin Harb meminta kuffar Quraisy untuk kembali ke Mekah, karena kafilah masih dalam kondisi aman. Pada titik ini, terjadi pertentangan di antara kuffar Quraisy. Amr bin Hisyam (Abu Jahal) bersikeras melanjutkan, walaupun beberapa suku termasuk Bani Zuhrah, bani Adi dan sekelompok Bani Hasyim segera kembali ke Mekah. Abu Jahal berdiri dan berkata dengan suara lantang: "Demi Allah, kita tidak akan kembali kecuali kita sampai di Badar…..".
Sementara itu kaum muslimin dengan tujuan semula berangkat menuju Badar pada tanggal 12 ramadlan, langsung dipimpin Rasulullah sendiri. Abdullah bin Umi Maktum beliau serahi sebagai imam shalat di Madinah selama Rasulullah keluar. Karena bukan untuk tujuan perang, hanya 313 orang sahabat yang ikut bersama Rasulullah. Sebuah kekuatan yang jauh tidak sebanding dengan kekuatan kaum kuffar Quraisy.
Ketika kabar keberangkatan Quraisy sampai kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, beliau melakukan musyawarah dengan para sahabat, sehingga sebagian mereka merasa gentar. Maka turunlah ayat 5 – 8 surat al-Anfal yang menyindir sikap mereka yang merasa gentar, dan menegaskan bahwa Allah akan memberikan pertolongan, karena perang ini dalam upaya menegakkan kebenaran dan menghancurkan kebatilan.
Para pembesar kaum muhajirin sepakat untuk maju menyongsong musuh, seperti Abu Bakar, Umar dan Miqdad bin Al-Aswad, yang mempunyai kepentingan langsung dengan kaum Quraisy. Tetapi jumlah kaum muhajirin dalam pasukan muslim kecil di banding dengan pasukan Anshor, hingga Rasulullah meminta pendapat mereka, hingga Sa'ad bin Mu'adz berdiri dan berkata: "Sungguh kami beriman kepadamu, kami bersaksi bahwa apa yang engkau bawa adalah kebenaran, dan kami mempersembahkan kepadamu janji dan tanggung jawab kami untuk mendengar dan taat. Maka teruskanlah Wahai Rasulullah. Demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebaikan, andai laut ini berada di hadapanmu, lalu engkau mengarunginya, maka kami akan mengarunginya bersamamu. Tidak ada satupun dari kami yang akan mundur…..".
Malam hari jumat tanggal 17 Ramadlan, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bermunjat kepada Allah dengan khusyuk, menengadahkan kedua telapak tangan ke langit. Abu Bakar merasa khawatir, kemudian duduk di belakan beliau dan berkata: "Wahai Rasulullah! Bergembiralah! Demi Allah yang menguasai diriku, Allah akan memberikan apa yang telah Dia janjikan kepadamu".
Kaum muslimin pun segera melakukan istighotsah, meminta pertolongan kepada Allah, agar diberikan kemenangan dalam peperangan.
Bersambung