Keistimewaan Ummat Muhammad; Istirja’ & Syariat Yang Mudah (5)
Dalam tulisan sebelumnya , telah dipaparkan bagaimana bulan Ramadlan dan segala bentuk keistimewaannya seperti diciptakannya lailatul ...
http://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2015/07/keistimewaan-ummat-muhammad-istirja.html
Dalam tulisan sebelumnya, telah dipaparkan bagaimana bulan Ramadlan dan segala bentuk keistimewaannya seperti diciptakannya lailatul qadar, disunatkannya sahur, dan menyegerakan berbuka, hanya menjadi milik umat Muhammad dan tidak pernah diberikan kepada umat sebelumnya. Keistimewaa yang lain dari umat ini adalah:
14. Lafadz Istirja’ ketika Musibah
Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
أعطيت أمتي شيئا لم يعطه أحد من الأمم أن يقولوا عند المصيبة: إنا لله وإنا إليه راجعون
“Umatku diberi sesuatu yang tidak diberikan pada umat-umat yang lain, yaitu ketika tertimpa musibah mereka mengatakan: ‘Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun”. (HR. Thabarani dan Ibnu Mardawaih)
Menurut Said bin Jubair berdasarkan riwayat Ibnu Jarir, Al-Baihaqi dan lain-lain bahwa kalaupun umat sebelumnya diberi ucapan khusus ketika musibah, maka nabi Ayyub alaihis salam ketika musibah mengucapkan “YA ASAFA” yang berarti Aduh Sedihnya Aku!”.
Ucapan istirja’ ini merupakan pengakuan seorang mukmin bahwa dia hanya milik Allah yang Maha Merajai dimana Dia melakukan segala sesuatu sesuai kehendakNya, dan dia akan kembali kepada Allah, lalu Allah memberikan pahala kepadanya.
Dalam hadits disebutkan bahwa barang siapa mengucapkan istirja’ ketika musibah maka, Allah akan memberikan pahala atas musibah yang menimpanya, lalu menggantikannya dengan kebaikan.
Kesunahan istirja’ ketika musibah berlaku kepada semua jenis musibah, bahkan musibah kecilpun. Diriwayatkan Oleh Abu Daud bahwa lampu milik Rasulullah padam, lalu beliau beristirja’. Sayidah Aisyah berkata: “Ini hanya lampu?”. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
كل ما ساء المؤمن فهو مصيبة
“Setiap perkara yang menyakiti seorang mukmin, maka ia adalah musibah”.
15. Dihilangkannya Sesuatu Yang berat dan Segala Kesulitan
Allah Subhanahu wa ta’ala berfitman:
وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلالَ الَّتِي كانَتْ عَلَيْهِمْ
“Dan Allah membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka”. (QS. Al-A’raf: 157)
Umat-umat terdahulu diberi beban (taklif) yang berat oleh Allah, seperti berlakunya qishas terhadap semua jenis pembunuhan, kewajiban memotong anggota badan yang melalukan dosa, memotong tempat yang terkena najis, bertaubat dengan membunuh diri dan lain-lain. Semua beban berat itu tidak diberikan Allah kepada umat Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Sehingga syariat untuk umat ini begitu mudah dan sesuai dengan keadaan fisik, pikiran dan akal mereka.
Allah berfirman:
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
“Dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS. Al-Hajj: 78)
Yang dimaksud Haraj adalah kesulitan dan kesempitan yang terasa berat untuk dilakukan. Ayat ini memberikan isyarat bahwa tidak ada kesulitan bagi seorang muslimpun untuk melakukan syariat. Semua bisa dilakukan semampunya. Seperti jika tidak mampu berdiri dalam shalat, maka diperbolehkan melakukannya dengan duduk. Allah juga memberikan ruhshah (keringanan) yang begitu banyak seperti diperbolehkan ifthar (membatalkan puasa) saat perjalanan, dan disyariatkannya qashar dan jamak shalat.
Haraj juga berarti bahwa Allah menciptakan jalan keluar bagi setiap dosa dan membuka pintu taubat selebar-lebarnya.
16. Allah Mengapuni Dosa karena Lupa
Allah tidak akan menyiksa seorang mukmin yang meninggalkan kewajiban atau melakukan dosa karena ada udzur atau dalam keadaan lupa. Allah juga membebaskan siksa atas kehendak untuk melakukan perbuatan buruk. Tidak seperti Bani Israil yang ketika mereka lupa terhadap apa yang diperintakan atau berbuat kesalahan maka mereka segera diberi siksa, hingga banyak makanan dan minumun yang diharakan kepada mereka karena dosa-dosa yang mereka lakukan.
Allah berfirman:
وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ
“Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu”. (QS. Al-Baqarah: 284)
Ketika turun ayat ini, para sahabat merasa susah, lalu matur kepada Rasulullah: “Sungguh telah diturunkan ayat ini. Dan kami tidak mampu melakukannya”.
Rasulullah bersabda: “Adakah kalian menghendaki untuk mengatakan ‘kami mendengar dan kami mendurhakainya’, seperti perkataan para ahli kitab sebelum kalian?”.
Para sahabat menjawab sebagaimana difirmankan Allah:
قولوا سمعنا وأطعنا، غفرانك ربنا وإليك المصير
“Dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah kami Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali." (QS. Al-Baqarah: 285)
Diriwayatkan Al-Faryabi dari Muhammad bin Ka’ab, ia berkata bahwa ayat tersebut diturunkan kepada seluruh nabi. Maka umat-umat mereka berkata: “Kami disiksa sebab apa yang tersirat dalam hati kami, dan anggota badan kami tidak pernah melakukannya”. Hal ini membuat kebanyakan bereka kufur dan tersesat. Dan ketika ayat ini diturunkan kepada Rasulullah, maka para sahabat demikian pula adanya. Hingga pada akhirnya Allah menurunkan ayat:
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya”. (QS. Al-Baqarah: 286)
Dengan ayat ini Allah tidak akan memberikan siksa atas perbuatan buruk yang hanya terlintas dalam hati sampai ia benar-benar dilakukan anggiota badan. Bahkan sebaliknya perbuatan baik yang terlintas dalam hati akan segera mendapatkan pahala. Dan ketika perbuatan baik itu dilakukan anggota badan maka, ditambah lagi pahala kebaikan itu.
Bersambung