AYAT-AYAT SETAN
Cambridge University, dan Carl Brockelmann dalam bukunya " The Beginning of Opposition, The Satanic Verses" mengatakan bahwa Rasul...
https://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2010/10/ayat-ayat-setan.html?m=0
Cambridge University, dan Carl Brockelmann dalam bukunya "The Beginning of Opposition, The Satanic Verses" mengatakan bahwa Rasulullah SAW. pada tahun-tahun pertama beliau melakukan dakwah, pernah mengakui ketuhanan tiga tuhan Quraisy; Latta, Uzza dan Manat, yang mereka anggap sebagai putri-putri Allah. Hal ini karena beliau melihat kaum Quraisy semakin menghindari dan menjauhinya, juga karena perlakukan buruk mereka terhadap para sahabat. Lalu beliau berharap mudah-mudahan tidak turun ayat yang dapat melarikan kaum Quraiys darinya. Beliaupun mulai mendekati mereka, dan duduk di sebuah tempat perkumpulan dekat Ka'bah. Kemudian Rasulullah membacakan surat An-Najm. Sesampai ayat : "Afara'aitumullata wal uzza wa manatats tsalitsatal ukhra (adakah kalian melihat lata, uzza, dan yang ketiga adalah manat)", Beliau menambahkan, "tilkal gharaniq al'ula wa inna syafa`atihim laturja (mereka adalah gharaniq yang luhur, sesungguhnya pertolongan mereka sangat diharapan".
Lalu Rasulullah meneruskan bacaan surat An-Najm hingga akhir, lalu bersujud. Kaum Quraisy pun sujud, tidak ada seorangpun yang ketinggalan, hingga Al-Walid bin Al-Mughirah yang sudah renta dan tidak mampu sujud, mengambil sejumlah debu, lalu sujud di atasnya.
Kaum Quraisy mengumumkan pengakuan Rasulullah dari apa yang beliau bacakan dan berkata, "Kami mengakui bahwa Allah adalah dzat yang menciptakan, mematikan, menciptakan, dan memberi rizki. Tetapi tuhan-tuhan kami memberikan pertolongan kepada kami untuk dekat dengan Allah. Jika engkau mau menganggap tuhan-tuhan kami, maka kami bersamamu". Atas kejadian ini, hilanglah perselisihan antara Rasulullah SAW dan kaum Quraisy.
Kejadian ini juga didengar orang-orang Islam yang tengah berada di Habasyah (Etiopia) dan berkata: "Bangsa kami lebih kami cintai". Lalu mereka pulang ke Mekah.
Mereka yang membenarkan kisah ini lebih lanjut mengatakan bahwa, sesudah kejadian ini Rasulullah ditanya oleh malaikat Jibril tentang apa yang telah beliau katakan. Lalu Rasulullah menjawab : "Aku telah berkata sesuatu yang tidak Allah katakan". Maka turunlah ayat :
Setelah turun ayat ini, Rasulullah kembali menjelek-jelekkan tuhan-tuhan Qurays. Salah satu dasar mereka membenarkan kisah ini adalah firman Allah :
"Dan kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat- nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana ". (QS. Al-Hajj: 52)
Bersandar pada Al-Qur'an, Sunnah, Lughat, akal, dan sejarah, maka kisah ini harus ditolak dan dibantah.
Pertama: Kisah tersebut palsu, sebab seorang Nabi tidak akan berkata kecuali berdasarkan wahyu. Allah berfirman :
"Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)". (QS. An-Najm: 3-4)
Mereka yang membenarkan kisah ini lebih lanjut mengatakan bahwa, sesudah kejadian ini Rasulullah ditanya oleh malaikat Jibril tentang apa yang telah beliau katakan. Lalu Rasulullah menjawab : "Aku telah berkata sesuatu yang tidak Allah katakan". Maka turunlah ayat :
"Dan Sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang Telah kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentu|ah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia. Dan kalau kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka, Kalau terjadi demikian, benar-benarlah kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia Ini dan begitu (pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap kami". (QS. Al-Isra', 73-75)
Setelah turun ayat ini, Rasulullah kembali menjelek-jelekkan tuhan-tuhan Qurays. Salah satu dasar mereka membenarkan kisah ini adalah firman Allah :
Pertama: Kisah tersebut palsu, sebab seorang Nabi tidak akan berkata kecuali berdasarkan wahyu. Allah berfirman :
"Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)". (QS. An-Najm: 3-4)
Ada ancaman Allah terhadap Rasul, jika mengada-ada ucapan tanpa dasar wahyu. Allah berfirman:
"Seandainya dia (Muhammad) mengadakan sebagian perkataan atas (nama) kami, Niscaya benar-benar kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar kami potong urat tali jantungnya". (QS. Al-Haqqah: 44-46)
Jika kisah itu benar, maka sangat bertentangan dengan ayat-ayat tersebut di atas. Sementara ayat yang dibuat dasar pembenaran terhadap kisah ini, yaitu ayat :"Dan kalau kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka", sebenarnya justru menetapkan bahwa Rasulullah sama sekali tidak berupaya mengambil muka di hadapan kaum Quraisy.
Hal ini juga berdasar firman Allah:
"Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah). Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu). Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina". (QS. Nun: 8-10)
Dalam menafsirkan ayat di atas, Abdullah bin Abbas RA, dan Mujahid mengatakan bahwa, kaum Quraisy berharap Rasulullah bersikap lunak terhadap tuhan-tuhan mereka. Jika demikian, mereka akan bersikap lunak kepada beliau. Tetapi, Allah mengatakan, "Jangan kau turuti kemauan mereka", karena mereka suka mengambil menjilat, dan berlindung diri di balik sumpah-sumpah palsu.
Kisah ini juga dibantah oleh Ahmad Al-Mubarak dalam kitab "Al-Ibriz". Ia mengatakan bahwa referensi kisah ini lemah, riwayatnya kacau (mudhtharib), dan sanadnya terputus (munqathi'). Menurut beliau, ayat yang dijadikan dasar pembenaran kisah ini menunjukkan bahwa setiap nabi sangat mengharap keimanan umatnya, termasuk Rasulullah SAW. Dalam hal ini Allah berfirman:
"Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu Karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan Ini (Al-Quran)". (QS. Al-Kahfi: 6)
Berdasar sunnah, Rasulullah SAW. tidak pernah sama sekali memuliakan berhala semasa jaman jahiliyah, tidak ada riwayat yang menyatakan itu. Bahkan Rasulullah bersabda: "Allah memberiku rasa benci pada berhala dan syi'ir".
Sayyidina Ali pun tidak pernah mendekat dan menyembah berhala, maka seorang Nabi yang dididik Allah dengan sebaik-baik pendidikan, lebih layak untuk tidak berbuat demikian. Maka di jaman jahiliyah pun Rasulullah sama sekali tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan Kaum Quraisy, apalagi ketika beliau sudah diangkat menjadi Rasul.
Ibnu Khuzaimah ketika ditanya mengenai kisah ini mengatakan bahwa kisah ini adalah kisah yang diada-adakan. Menurut Al-Baihaqi, kisah ini ketika dilihat referensinya, tidak valid. Dan Riwayat Al-Bukhari sama sekali tidak menjelaskan kisah ini.
Dalam tafsir Ibnu Katsir, yang terbilang sebagai hujjah hadits, juz 3 hal. 229-230 disebutkan bahwa hadits yang menceritakan kisah ini adalah hadits mursal, yakni hadits yang dalam sanadnya ada sahabat yang digugurkan. Dan dalam musthalah hadits ada kaidah, "Kemursalan hadits menjadi penyebab ke-dla'ifannya. Maka hadits kisah ini adalah hadits yang jelas-jelas dlaif.
Dalam segi bahasa (lughat), kisah ini termasuk kisah palsu. Syaikh Muhammad `Abduh bahwa, kaum Quraisy tidak pernah memberi nama tuhan-tuhan mereka dengan "Gharaniq", dan tidak pernah disebutkan dalam percakapan sehari-hari. "Al-Ghurnuq" dan "gharniq", tidak digunakan kecuali diucapkan sesuai dengan makna sebenarnya, yaitu burung laut yang berwarna hitam atau putih, sejenis burung bangau. Untuk pengungkapan "gharniq" dengan menghendaki makna yang bukan sebenarnya, hanya diungkapkan untuk menyebutkan pemuda yang tampan dan berkulit putih.
Dilihat berdasarkan akal bahwa, Rasulullah tidak pernah melakukan shalat disekitar Ka'bah dalam masa awal dakwahnya, kecuali di saat sepi. Hal ini disebabkan perlawanan kaum Quraisy yang sangat, dan tidak pernah membiarkan Rasulullah membacakan ayat-ayat, apa lagi kaum Quraisy mau mendengarkannya. Mana mungkin kisah ini nyata?
Dalam sudut pandang sejarah, kisah inipun palsu. Menurut DR. Umar Farrukh, kalangan Orientalis dan missionaris, sangat senang dengan kisah ini. Merekapun beranggapan bahwa Rasulullah melakukan hal tersebut hanya bertujuan untuk mengimbangi kaum Quraisy. Bantahan yang baik terhadap kepalsuan kisah ini adalah apa yang disampaikan seorang alim dari India, yakni Maulana Muhammad Ali. Dia mengatakan :
"Riwayat-riwayat tentang kisah palsu ini datang dari Al-Waqidi dan Ath-Thabari, padahal kenyataan yang ada tidak demikian, sesungguhnya setiap pekerjaan Rasulullah SAW bertentangan apa yang telah mereka riwayatkan. Tendensi saya adalah, Al-Waqidi terkenal dengan catatan cerita Isra'iliyat dan khurafat dalam setiap karangannya. Sedangkan Ath-Thabari terkenal dengan kombinasi riwayatnya dan juga terlalu sering memperdalam pembahasan riwayat hingga kadang menjadi sebuah riwayat sebagai bagian dari riwayat yang shahih".
Ketika kembali kepada riwayat Muhammad bin Ishaq atau kepada riwayat Shahih Bukhari, sementara dirinya tidak pernah dicurigai semenjak masa kehidupan Rasulullah SAW, kita tidak akan melihat riwayat tentang kisah palsu ini. Padahal Ibnu Ishaq hidup sebelum Al-Waqidi 40 tahun sebelumnya, dan 150 tahun sebelum Ath-Thabari. Dan menurut para ahli hadits, Al-Waqidi ada orang yang biasa membuat hadits palsu (maudlu'), dan tidak dapat dipercaya (tsiqah) dalam riwayatnya.
Wallahu A'lam Bis Shawab
Diterjemahkan dari Kitab : Al-Islam fi Qafshil Ittiham, karya Syauqi Abu Khalil, Cetakan Darul Fikr Damaskus, Tahun 1996.
Kepada para sahabat yang menemukan kejanggalan dalam terjemahan, silahkan poskan komentar!
"Riwayat-riwayat tentang kisah palsu ini datang dari Al-Waqidi dan Ath-Thabari, padahal kenyataan yang ada tidak demikian, sesungguhnya setiap pekerjaan Rasulullah SAW bertentangan apa yang telah mereka riwayatkan. Tendensi saya adalah, Al-Waqidi terkenal dengan catatan cerita Isra'iliyat dan khurafat dalam setiap karangannya. Sedangkan Ath-Thabari terkenal dengan kombinasi riwayatnya dan juga terlalu sering memperdalam pembahasan riwayat hingga kadang menjadi sebuah riwayat sebagai bagian dari riwayat yang shahih".
Ketika kembali kepada riwayat Muhammad bin Ishaq atau kepada riwayat Shahih Bukhari, sementara dirinya tidak pernah dicurigai semenjak masa kehidupan Rasulullah SAW, kita tidak akan melihat riwayat tentang kisah palsu ini. Padahal Ibnu Ishaq hidup sebelum Al-Waqidi 40 tahun sebelumnya, dan 150 tahun sebelum Ath-Thabari. Dan menurut para ahli hadits, Al-Waqidi ada orang yang biasa membuat hadits palsu (maudlu'), dan tidak dapat dipercaya (tsiqah) dalam riwayatnya.
Wallahu A'lam Bis Shawab
Diterjemahkan dari Kitab : Al-Islam fi Qafshil Ittiham, karya Syauqi Abu Khalil, Cetakan Darul Fikr Damaskus, Tahun 1996.
Kepada para sahabat yang menemukan kejanggalan dalam terjemahan, silahkan poskan komentar!