Bersikap Baik Di Hadapan Orang Jahat
Diceritakan dari Aisyah –radliyallahu anha- , sesungguhnya Rasulullah –shallallahu alayhi wa sallam —bersabda: إِنَّ شَرَّ النَّاس...
https://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2011/11/bersikap-baik-di-hadapan-orang-jahat.html?m=0
إِنَّ شَرَّ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ تَرَكَهُ أَوْ وَدَعَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ شَرِّهِ
"Sesungguhnya sejelek-jelek kedudukan manusia di sisi Allah di hari kiamat ialah orang yang ditinggalkan manusia karena takut akan kejelekannya". (HR. Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Lughat Hadits
"Wada'ahu" berarti meninggalkannya. Sebagian ahli nahwu bertutur bahwa orang-orang Arab mematikan shighat mashdar dan madly dari "wada'a". Dalam hadits "wada'a" disebutkan dalam bentuk madly. Bentuk mashdar-nya terdapat dalam hadits:
لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدَعِهِم اْلجَمَاعَاتِ
Yang benar, penggunaan mashdar dan madly dari lafadz "wada'a" adalah boleh, tetapi jarang (nadir) digunakan.
Penjelasan Hadits
Setiap manusia di hari kiamat nanti mempunyai kedudukan sendiri-sendiri, sesuai dengan amal perbuatan mereka selama di dunia. Allah berfirman:
وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِمَّا عَمِلُوْا
"Dan bagi setiap manusia, beberapa derajat dari apa yang mereka kerjakan". (QS. Al-An'am: 132).
Manusia yang mempunyai amal yang paling baik, akan memperoleh derajat tertinggi nanti di akhirat. Dan sebaliknya, manusia yang mempunyai amal terburuk, akan mendapat derajat terendah. Diantara derajat tertinggi dan terendah terdapat derajat-derajat lain yang mempunyai selisih tingkat antara satu dengan yang lain, sesuai dengan amal yang dilakukan.
Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu alayhi wa sallam menjelaskan bahwa seburuk-buruk derajat manusia di hari kiamat ialah orang yang ditinggalkan orang lain, bukan karena ia tidak mempunyai kebaikan, atau manfaat yang dapat diambil, tetapi karena takut akan keburukan dirinya, dan khawatir akan sifat negatif dan perbuatan jahat yang timbul darinya. Orang lain tidak merasa aman jika mereka menasehatinya, bergaul dengannya, atau membalas keburukannya. Mereka juga tidak merasa tenteram, jika mencacinya, atau membuat cara bagaimana terhindar dari perbuatan jahatnya yang mengancam jiwa, kehormatan, harta dan kedudukan.
Dialah seorang pendosa yang tidak mau menghindar dari perkara munkar dan tidak mau menjauh dari perbuatan maksiat. Ia lebih jelek dari pada kotoran. Jika engkau mendekatinya, maka bau busuk yang timbul darinya akan hinggap di badanmu, dan najis yang ada pada dirinya akan mengotori dirimu. Maka, jalan yang paling aman adalah menjauhinya. Dialah orang yang mempunyai derajat terburuk di hari kiamat, karena ia adalah penyakit bagi masyarakat.
Orang yang seperti ini bukan karakter seorang muslim, sebab yang dinamakan muslim ialah seseorang, dimana orang lain selamat dari lidah dan tangannya. Dia juga bukan seorang mukmin, sebab mukmin ialah seseorang yang dapat memberi keamanan bagi darah, kehormatan dan harta orang lain.
Hadits tersebut di atas mempunyai sabab wurud. Diriwayatkan dari Al-Bukhari dari Sayyidah Aisyah –radliyallahu anha—ia menceritkan bahwa ada seorang lelaki meminta izin kepada Rasulullah –shallallahu alayhi wa sallam-. Ketika Rasulullah melihatnya, Rasulullah bersabda: "Ia sejelek-jelek saudara kabilah dan ia sejelek-jelek anak kabilah". Ketika lelaki itu duduk, Rasulullah menampakkan wajah berseri di hadapannya. Setelah lelaki itu pergi Aisyah berkata kepada Rasulullah: "Wahai Rasulullah! Ketika engkau melihatnya, engkau berkata begini-begitu, lalu engkau tampakkan wajah berseri di hadapannya". Rasullah bersabda: "Sesungguhnya sejelek-jelek kedudukan manusia di sisi Allah di hari kiamat ialah orang yang ditinggalkan manusia karena takut akan kejelekannya".
Ada yang mengatakan bahwa, lelaki itu adalah Makhramah bin Naufal. Pendapat lain mengatakan 'Uyainah bin Hashn Al-Farazi, yang terkenal dengan Al-Ahmaq Al-Mutha' (si tolol yang ditaati), karena ia adalah pemimpin kaumnya. Rasulullah berbuat baik kepadanya, agar beliau dapat mengislamkan kaumnya. Ia masuk Islam pada masa Rasulullah dan murtad pada pemerintahan Abu Bakar, dan masuk Islam lagi. Ia ikut dalam beberapa misi penaklukan di masa Umar .
Apakah lelaki tersebut Uyainah atau Makhramah, dalam kisah hadits tersebut musykil dalam segi makna. Bagaimana seorang Rasulullah menganggap jelek orang yang menghadapnya lalu menampakan wajah berseri di hadapannya? Adakah ini merupakan sikap menampakkan sesuatu yang tidak sesuai dengan harti? Bagaimana sikap ini keluar dari Rasulullah yang dinyatakan oleh Allah sebagai manusia yang berada di atas budi pekerti yang mulia?.
Anggapan jelek yang dilakukan Rasulullah shallallahu alayhi wa sallam adalah bagian dari nasehat dan sebagai bentuk peringatan bagi umat agar tidak tergiur dengan orang yang mempunyai bentuk lahir yang baik, sementara pada hakikatnya ia mempunyai peringai buruk, yang akan berakibat terjerumus dan tenggelam dalam keburukannya. Bahkan anggapan jelek ini menunjukkan hukum diperbolehkannya ghibah (membicarakan kejelekan) orang-orang yang memperlihatkan perbuatan dosa dan mengajak orang lain pada perbuatan tercela secara terang-terangan.
Sementara sikap Rasulullah shallallahu alayhi wa sallam berupa menampakkan wajah berseri di hadapan orang lain, padahal hati beliau tidak suka kepada orang itu, adalah bentuk madarah atau sikap halus yang ditunjukkan kepada orang lain, karena khawatir akan kejelekannya, bukan bentuk mudahanah atau bersikap halus dihadapan orang lain karena tujuan mengambil muka atau menjilat, dimana sikap ini adalah akhlak yang buruk. Wallahu A'lam bish shawab.
Sumber: Al-Adab An-Nabwiy: 79-80