Keramat Para Wali
Keramat ( karâmah ) ialah tampaknya sesuatu yang keluar dari kebiasaan (khâriq lil-'âdah) dalam diri seseorang yang tampak keshaleha...
https://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2011/11/keramat-para-wali.html?m=0
Keramat (karâmah) ialah tampaknya sesuatu yang keluar dari kebiasaan (khâriq lil-'âdah) dalam diri seseorang yang tampak keshalehannya, tanpa dibarengi pengakuan sebagai nabi dan rasul. Sesuatu yang keluar dari kebiasaan yang tampak pada diri nabi dan rasul disebut mukjizat. Bila tampak pada diri orang yang fasiq atau orang kafir, sesuatu yang keluar dari kebiasaan ini disebut istidrâj atau sihir.
Mayoritas ulama ahlussunnah waljamaah berpendapat bahwa karamah adalah sesuatu yang mungkin terjadi (jâiz) pada diri seorang mukmin yang shaleh, sebagai bentuk pemuliaan dari Allah untuknya. Yang dimaksud mukmin di sini adalah wali, yakni orang yang ma'rifat kepada Allah dan sifat-sifatNya, disertai perbuatan taat dan menjauhi maksiat secara kontinyu, dalam arti tidak pernah melakukan maksiat tanpa disertai taubat, bukan berarti ia tidak pernah melakukan maksiat sama sekali, sebab yang mempunyai sifat seperti ini (ma'sûm) hanya para nabi dan rasul.
Jumhur ulama beralasan bahwa tidak ada ruang untuk menetapkan bahwa karamah adalah sesuatu yang pasti terjadi, dan setiap sesuatu yang seperti ini adalah sesuatu yang jaiz (mungkin).
Dalam al-Quran, ketika Allah mengisahkan Maryam, Dia berfirman:
Mayoritas ulama ahlussunnah waljamaah berpendapat bahwa karamah adalah sesuatu yang mungkin terjadi (jâiz) pada diri seorang mukmin yang shaleh, sebagai bentuk pemuliaan dari Allah untuknya. Yang dimaksud mukmin di sini adalah wali, yakni orang yang ma'rifat kepada Allah dan sifat-sifatNya, disertai perbuatan taat dan menjauhi maksiat secara kontinyu, dalam arti tidak pernah melakukan maksiat tanpa disertai taubat, bukan berarti ia tidak pernah melakukan maksiat sama sekali, sebab yang mempunyai sifat seperti ini (ma'sûm) hanya para nabi dan rasul.
Jumhur ulama beralasan bahwa tidak ada ruang untuk menetapkan bahwa karamah adalah sesuatu yang pasti terjadi, dan setiap sesuatu yang seperti ini adalah sesuatu yang jaiz (mungkin).
Dalam al-Quran, ketika Allah mengisahkan Maryam, Dia berfirman:
وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّى لَك هَذَا قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ إنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
"dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah". Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab" (QS. Ali Imran: 37)
Al-Baidhawi mengatakan dalam tafsirnya bahwa ayat ini adalah dalil kemungkinan tampaknya karamah dalam diri para auliya. Adanya makanan untuk Maryam sesuai dengan ayat di atas merupakan sesuatu yang keluar dari kebiasaan (khâriq lil ´âdah), sementara ia bukan seorang nabi. Kalaupun dikatakan bahwa kejadian yang dialami Maryam itu adalah bagain dari mukjizat nabi Zakaria, mestinya beliau tidak mengatakan "annâ laki hâdzâ/dari mana kamu memperoreh makanan ini" kepada Maryam.
Dalil yang lain adalah kisah Ashabul Kahfi yang dikisahkan Allah dalam surat Al-Kahfi. Mereka yang berjumlah tujuh orang merasa khawatir atas iman mereka dari kekejaman raja mereka dan berlari keluar kota. Mereka memasuki di sebuah gua dan menetap di sana tanpa makanan dan minuman selama 309 tahun dalam keadaan segar bugar. Apa yang mereka alami adalah khâriq lil 'âdah, dan tentunya mereka bukan termasuk nabi atau rasul.
Saat Nabi Sulaiman menghendaki untuk mendatangkan singgasana ratu Bilqis dengan cepat, ada seorang yang mampu mendatangkannya lebih cepat dari pada kedipan mata, padahal jarak antara kerajaan Ratu Bilqis di Yaman dan Kerajaan Sulaiman di Palestina sangat jauh. Allah berfirman:
قَالَ الَّذِي عِنْدَهُ عِلْمٌ مِنْ الْكِتَابِ أَنَا آتِيك بِهِ قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ إلَيْك طَرْفُك فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهُ قَالَ هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي
Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". (QS. An-Naml: 40)
Karamah juga terjadi pada diri para sahabat baik semasa hidup mereka ataupun sesudah wafat. Diceritakan dari Abdullah bin Umar –radhiyallahu anhuma—dia berkata bahwa Umar telah mengirim sejumlah tentara yang dipimpin orang yang (biasa) dipanggil Sariyah. (Suatu saat) ketika ia sedang khutbah, ia berteriak: "Wahai Sariyah! Ke gunung tiga kali". Saat utusan tentara datang, Umar menanyainya, dan utusan itu berkata: "Ya Amirul Mukminin, kami telah terdesak, tiba-tiba terdengar suara: 'Wahai Sariyah! Ke gunung tiga kali'. Akhirnya kami bertahan di gunung dan mampu membuat tentara masuh berlarian".
Al-Bukhari meriwatakan dari Anas –radliyallâhu anhu—bahwa sesungguhnya ada dua orang lelaki keluar dari sisi Rasulullah shallallâhu alayhi wa sallam di saat malam yang gelap. Tiba-tiba ada cahaya di depan mereka. Saat mereka berpisah cahaya itu terbelah mengikuti mereka masing-masing". Dalam satu riwayat kedua sahabat itu adalah 'Ubbad bin Bisyr dan Usaid bin Khudhair.
Karamah juga muncul dari sahabat yang telah wafat. Abu Nu'aim dalam "Hilyatul Auliya" meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu alayhi wa sallam bersabda tentang Handzalah –radliyallahu anhu- yang mati syahid dalam perang Uhud: "Sesungguhnya teman kalian dimandikan oleh malaikat. Bertanyalah kepada keluarganya bagaimana keadaannya (sebelum mati)". Isteri Handzalah berkata: "Dia keluar ketika mendengar suara keras, padahal ia dalam keadaan junub". Rasulullah –shallallâhu alayhi wa sallam bersabda: "Karena itulah ia dimandikan malaikat".
Karamah juga tidak henti-hentinya terjadi pada diri mukmin-mukmin yang shaleh, karena Allah berjanji akan menolong dan membantu mereka. Dalam hadits qudsi disebutkan:
وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ , فَإِذَا أَحْبَبْته كُنْت سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ , وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا , وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا , وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ , وَلَئِنْ اسْتَعَاذَ بِي لَأُعِيذَنَّهُ
"Tidak henti-hentinya seorang hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan melakukan perkara sunnah, hingga Aku mencintainya. Ketika Aku mencintainya, maka aku menjadi telinga yang dibuatnya mendengar, menjadi mata yang dibuatnya meliha, menjadi tangan yang dibuatkan memukul, dan menjadi kaki yang dibuatnya berjalan. Jika ia meminta kepadaKu, maka Aku akan memberinya dan jika ia memohon perlindungan kepadaKu, maka Aku akan melindunginya".
Ini adalah perumpamaan akan pertolongan dan perlindungan Allah kepada hamba yang shaleh, hingga seolah-olah Allah menempatkan dzatnya pada anggota badan hambaNya untuk memberikan pertolongan. Bukan tidak mungkin Allah menampakkan sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh selainNya kepada hamba sebagai bentuk pemuliaan. Wallâhu A'lam.