Persatuan Jiwa-jiwa
Saat kita melihat perkumpulan, asosiasi, grup atau club, baik resmi atau tidak akan terlihat adanya kesamaan kecenderungan, kesenangan, p...
https://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2012/05/persatuan-jiwa-jiwa.html?m=0
Saat kita melihat perkumpulan, asosiasi, grup atau club, baik resmi atau tidak akan terlihat adanya kesamaan kecenderungan, kesenangan, profesi, atau hal yang semisal diantara masing-masing personal. Setiap perkumpulan mempunyai bahan perbincangan tersendiri tentang masalah-masalah mereka yang bermacam-macam. Ketika ada seseorang masuk ke dalam perkumpulan mereka, tetapi tidak mempunyai kesamaan kesenangan, dalam hati mereka timbul rasa tidak suka, merasa terganggu dan lain-lain.
Saat kita duduk di dalam bis, kereta, atau saat menghadiri sebuah undangan, diri kita akan tergerak seolah tanpa sadar untuk mendekati seseorang, dan berbincang dengannya, padahal sebelumnya tidak pernah kenal. Tetapi disisi lain diri kita menjauh dari seseorang, dan tidak mau berbincang dengannya, meskipun telah kenal sebelumnya.
Apa rahasia dibalik itu semua? Itulah kekuasaan Allah yang maha perkasa. Rasulullah shallallahu alayhi wa sallam bersabda:
اَلْأَرْوَاحُ جُنُوْدٌ مُجَنَّدَةٌ ، فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ ، وَمَا تَنَاكَرَ اخْتَلَفَ (رواه البخاري عن عائشة ومسلم عن أبي هريرة)
Artinya: “Jiwa-jiwa itu adalah para serdadu yang berkumpul. Jiwa yang saling mengenal (karena ada kesamaan kecenderungan) akan saling mencintai. Dan jiwa yang tidak saling mengenal (karena tidak ada kesamaan kesenangan), akan saling berselisih”. (HR. Al-Bukhari dai Aisyah dan Muslim dari Abu Hurairah)
Orang-orang yang baik dan mempunyai akhlak yang terpuji ketika berada dalam sebuah perkumpulan akan tertarik untuk berkumpul dengan orang yang sama dengan mereka. Tanpa disadari ada hubungan mahabbah diantara hati mereka, hingga hubungan dan persaudaraan terjalin diantara mereka.
Orang-orang yang buruk dan mempunyai perilaku yang tercela, tentu akan senang berkumpul dengan orang-orang sejenisnya dan akan berlari dari orang-orang yang tidak mempunyai perilaku sama seperti mereka.
Ketika kita melihat seseorang yang berperilaku baik dan istiqamah dalam ibadah, tetapi tidak ada rasa senang kepadanya hingga diri tergerak untuk menjauh, maka masih ada aib dan kekurangan dalam diri kita. Selanjutnya, hendaklah kita mengobati diri dan membersihkannya dari dosa-dosa, sehingga jiwa mampu melahirkan rasa senang dan cinta kepada orang-orang yang shaleh itu, karena ada kesamaan kecenderungan dengan mereka.
Sebaliknya, jika kita melihat orang-orang yang buruk dan tidak mempunyai perilaku yang baik, lalu hati kita merasa senang kepada mereka, maka berarti kita adalah bagian dari mereka. Ucapan kita bahwa diri ini adalah orang yang baik, orang yang bertaqwa atau orang yang shaleh adalah anggapan yang keliru dan sebuah kebohongan yang besar.
Kecenderungan hati kepada orang-orang yang shaleh dan perasaan bahagia saat berkumpul dengan mereka, padahal kita tahu bahwa diri ini orang yang jelek dan tidak berbudi pekerti yang baik adalah sebuah tanda bahwa dalam hati ini masih ada bagian untuk kebaikan. Maka hendaklah kita rawat bagian itu hingga menjadi besar dan diri ini termasuk dalam golongan orang-orang yang baik, orang-orang yang mendapat janji, bahwa Allah akan tampak jelas di hadapan mata kepala mereka. Wallahu waliyyut tawfiq