Masalah-masalah Seputar Niat Puasa Ramadlan
Tidak terasa ramadlan tahun ini telah tiba. Kebahagian masyarakat muslim akan datangnya ramadlan begitu tampak. Sore hari menjelang ram...
https://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2016/06/masalah-masalah-seputar-niat-puasa.html?m=0
Tidak terasa ramadlan tahun ini telah tiba. Kebahagian masyarakat muslim akan datangnya ramadlan begitu tampak. Sore hari menjelang ramadlan, berbekal sebuah sabit, cangkul, sekresek bunga, dan sebuah buku Yasin, masyarakat datang ke tempat pekuburan, menuju makam orang tua, kakek-nenek atau saudara-saudaranya lalu membersihkan rerumputan yang tumbuh liar di makam itu. Sesaat kemudian setelah dirasa bersih, bunga-bunga ditaburkan di atas puasa diiringi dengan bacaan surat yasin dan tahlil. Di sebagian tempat, sore itu jalan menuju pekuburan terasa ramai, hingga dengan sukarela sebagian anggota masyarakat berdiri di tengah jalan raya mengatur lalu lintas kendaraan.
Sementara itu, gadis-gadis belia dengan penuh semangat dan suka cita berjalan menuju setiap rumah-rumah tetangga, sekadar saling berbagi hidangan dan makanan, sebagai ungkapan kegembiraan akan datangnya bulan yang mulia itu.
Masjid-masjid dan mushalla juga berbenah. Sound system / speaker dicek kembali, lampu-lampu dibenahi dan kadang ditambah pada beberapa titik, karpet atau hambal digelar untuk memberikan kenyamanan bagi para jamaah shalat tarawih dan tadarus al-Quran.
Setelah maghrib, radio diputar, televisi dinyalakan. Bukan untuk mendengarkan lagu atau menonton sinetron, tetapi untuk mendapatkan informasi hasil sidang itsbat yang disampaikan pemerintah. Saat Menteri Agama angkat bicara menetapkan tanggal 1 ramadlan berdasarkan ru’yah yang dilakukan dibeberapa tempat, dengan serentak corong-corong masjid dan mushalla saling bersautan mengumandangkan adzan isya’, diikuti para masyarakat secara berbondong-bondong datang ke masjid atau musholla untuk berjamaah shalat isyak dan dilanjutkan shalat tarawih.
Itulah sebagaian suasana kebahagiaan masyarakat muslim ketika datang bulan yang penuh rahmat dan ampunan Allah ini.
Tradisi yang berlaku khususnya di Indonesia, imam shalat setelah selesai berjamaah tarawih dan witir, mengajak para jamaah untuk bersama-sama melafalkan niat puasa ramadlan, agar tidak lupa.
Seperti halnya ibadah-ibadah yang lain, puasa ramadlan harus didahului niat. Puasa yang berarti menahan makan dan minum serta pekerjaan lain yang membatalkan, terkadang dilakukan bukan dalam rangka ibadah, seperti karena tidak enak makan, sakit atau diet. Maka untuk membedakan puasa yang dalam rangka ibadah dan puasa karena hal-hal lain, dibutuhkan niat untuk membedakannya.
Menurut Imam An-Nawawi, puasa tidak sah kecuali didahului niat. Tempat niat di dalam hati dan melafalkannya adalah sunat.
Berikut akan diuraikan masalah-masalah seputar niat puasa ramadlan yang harus diketahui dan dilakukan oleh orang-orang yang hendak melakukan ibadah puasa:
1. Keyakinan akan masuknya bulan ramadlan
Dalam niat puasa ramadlan harus ada keyakinan bahwa puasa ramadlan yang akan dilakukan benar-benar jatuh pada bulan ramadlan. Oleh sebab itu, jika seseorang berniat puasa padahal ia masih ragu apakah esok hari masuk dalam bulan ramadlan atau tidak, maka niat itu tidak sah dan puasa yang dilakukan juga tidak sah.
Kalangan Syafi’iyah dan Hanabilah mengatakan bahwa jika seseorang berniat dengan lafadz: “Saya niat besok. Jika besok masuk ramadlan, maka saya puasa fardlu. Jika tidak maka saya puasa sunat atau saya tidak berpuasa”, maka niat seperti ini tidak sah meski hari esok benar-benar merupakan bagian dari bulan ramadlan, karena tidak ada keyakinan pada niatnya.
Hal ini berlaku jika niat dengan lafadz seperti di atas dilakukan pada malam tanggal 30 sya’ban. Tidak adanya keyakinan yang menyebabkan niat tidak sah pada saat ini disebabkan tidak ada dasar yang menyertainya untuk menempatkan niat itu. Dan pada dasarnya, pada saat itu masih merupakan bagian dari bulan sya’ban.
Namun ketika niat tersebut ia lakukan di malam tanggal 30 ramadlan, maka niat dan puasanya sah, jika keesokan harinya benar-benar masih dalam bulan ramadlan. Niat puasa pada saat itu dianggap berdasar sebuah keyakinan. Karena pada dasarnya hari itu bulan ramadlan masih tersisa.
2. Ta’yin (Menjelaskan Niat)
Mayoritas ulama berpendapat bahwa niat puasa ramadlan harus jelas, begitu pula puasa wajib yang lain. Niat tidak cukup dengan puasa begitu saja, tanpa ada kejelasan untuk hari esok ramadlan tahun ini.
Niat yang sempurna menurut imam nawawi adalah seperti:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ رَمَضَانِ هَذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى
NAWAITU SHOUMA GHODIN ‘AN ADA’I ROMADLONI HADZIHIS SANATI LILLAHI TA’ALA
“Saya niat puasa besok, untuk melakukan kewajiban ramadlan tahun ini, karena Allah ta’ala”.
Kebanyakan yang berlaku, lafadz romadloni dibaca romadlona (fathah nun) dengan alasan lafadz romadlon adalah isim ghoiru munshorif (tidak bertanwin) yang ketika jer alamat I’robnya adalah fathah. Membacanya dengan ramadlana (fathah nun) dengan alasan di atas adalah keliru, sebab isim ghoiru munshorif yang jer ketika dimudlofkan tidak memakai tanda fathah, melainkan kasroh. Perlu diketahui lafadz romadloni adalah mudlof ilaih (jer) yang dimudlofkan kepada hadzini (jer), terbukti dengan dibaca jernya lafaz as-sanati yang menjadi musyar ilaih dari lafadz hadzini.
Jika membacanya romadlona (fathah nun) dan menjadikan hadzihis sanati sebagai dharaf (nashob) seharusnya ta’ as-sanati tidak baca kasroh, tetapi fathah. Dan parahnya ketika dijadikan seperti ini akan berakibat niat puasa tidak ta’yin. Karena maknanya bukan lagi puasa ramadlan (untuk) tahun ini, tetapi puasa ramadlan di tahun ini yang berarti puasa yang diniati adalah puasa ramadlan yang dilakukan pada tahun ini, dan tidak jelas apakah ramadlannya tahun ini atau tahun kemarin.
Tetapi menurut kalangan Hanafiyah, ta’yin dalam puasa ramadlan bukan merupakan syarat, puasa ramadlan sudah jelas waktunya. Jelas dalam arti tidak puasa lain dalam bulan ramadlan kecuali puasa ramadlan. Namun untuk qodlo’ ramadlan ta’yin niat harus ada.
3. Melakukan niat di malam hari (Tabyit)
Tabyit yang berarti melakukan niat di malam hari (mulai terbenam matahari hingga terbitnya fajar) untuk puasa besok adalah syarat bagi sahnya niat. Begitu menurut Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah.
Menurur Syafi’iyah, niat tidak sah jika dilakukan tepat saat terbit fajar, karena terbitnya fajar adalah masalah yang sulit diyakini masanya. Menurut Malikiyah sah, sama seperti niat shalat yang dilakukan pada saat takbirotul ihram.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ النِّيَّةَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ (رواه أبو داود)
“Barang siapa tidak menginapkan niat sebelum fajar maka tidak ada puasa baginya”.
Menurut Hanafiyah, tabyit niat tidak disyaratkan meski pada puasa ramadlan. Oleh sebab itu mereka memperbolehkan niat puasa ramadlan setelah fajar. Mereka menggunakan dalil diantaranya adalah hadits berikut Abdullah Abdullah bin Abbas radliyallahu ‘anhuma berikut:
Bahwa manusia berada dalam hari yang diragukan (masuk ramadlan atau belum), hingga seorang A’rabi datang dan bersaksi telah melihat hilal. Rasullah shallallahu alaihi wa sallam bertanya: “Apakah kamu bersaksi tiada tuhan selain Allah dan aku adalah utusan Allah”. A’rabi itu menjawab: “Ya!”. Lalu Rasulullah shallahu alaihi wa sallam bersabda: “Allah maha besar. Salah satu dari kamu muslimin sudah cukup untuk mereka”. Lalu Rasulullah berpuasa dan memerintakan umat Islam berpuasa. Beliau memerintahkan seseorang untuk mengumumkan: “Ingatlah! Barang siapa sudah makan, maka jangan lagi makan pada sisa-sisa hari ini. Dan barang siapa belum makan, maka berpuasalah!”.
4. Niat setiap Malam
Mayoritas ulama mensyaratkan niat puasa ramadlah dilakukan pada setiap malam (atau setiap hari ketika mengikuti pendapat madzhab Hanafiyah). Hal ini disamping karena untuk membedakan puasa untuk ibadah dengan puasa untuk tujuan lain, juga karena puasa untuk setiap hari bulan ramadlan adalah ibadah tersendiri tidak saling berkaitan. Satu hari puasa batal, tidak berakibat puasa yang di hari yang lain batal. Oleh sebab itu niat diwajibkan setiap hari.
Menurut Imam Malik dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad, cukup satu kali niat untuk seluruh hari bulan ramadlan. Karena puasa itu adalah ibadah yang saling berkaitan, dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Dengan alasan ini jika salah satu puasa di hari ramadlan ada yang batal, maka dia wajib memberbarui niat untuk hari selanjutnya, meskipun puasa yang batal itu tudak mempengaruhi puasa yang telah dilakukan pada hari-hari sebelumnya.
5. Memutus Puasa
Menurut Malikiyah dan Hanabilah, jika sudah niat puasa, lalu niat untuk berhenti puasa (niat ifthor) maka seketika itu puasa batal. Tetapi menurut madzhab yang lain niat berhenti puasa tidak berakibat membatalkan puasa hingga ia melakukan hal-hal yang membatalkan.