Kisah Akasyah Di Penghujung Hayat Rasulullah
Berikut ini sepenggal kisah dari episode kehidupan Nabi Muhammad saw yang dinukil dari kitab “Duratun Nashihin”. Kisah ini menggambarkan ...
https://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2012/07/kisah-akasyah-di-penghujung-hayat.html
Berikut ini
sepenggal kisah dari episode kehidupan Nabi Muhammad saw yang dinukil
dari kitab “Duratun Nashihin”. Kisah ini menggambarkan keadilan Rasulullah dan kecintaan
para sahabatnya. Sebuah cinta yang
berlandaskan iman dan berbalas surga.
Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas ra. Bahwa setelah dekat wafat Nabi Muhammad SAW, Beliau
memerintahkan Bilal untuk menyerukan shalat kepada manusia. Bilal lalu
menyerukan Adzan dan berkumpullah para Sahabat Muhajirin dan Anshar ke Masjid
Rasulullah SAW. Beliau mengerjakan shalat dua rakaat ringan bersama para
sahabat. Kemudian naik mimbar, memuji dan menyebut keagungan Allah SWT.
Beliau
berkhutbah dengan sebuah khutbah yang dalam, hati menjadi takut karenanya, dan
air mata bercucuran karenanya.
Kemudian
Beliau bersabda: “Wahai sekalian muslimin, sesungguhnya aku adalah seorang Nabi
kepada kamu, pemberi nasihat dan berda’wah kepada Allah SWT dengan seijinNya.
Dan aku berlaku kepadamu sebagai
seorang saudara yang menyayangi dan sekaligus sebagai ayah yang belas kasih.
Barang siapa diantara kamu yang mempunyai suatu penganiayaan pada diriku, maka
hendaklah dia berdiri dan membalas
kepadaku sebelum datang balas membalas di hari kiamat.”
Tidak ada
seorangpun yang berdiri menghadapnya, sehingga Beliau bersabda demikian kedua
kali dan ketiga kalinya. Barulah berdiri seorang laki-laki bernama Akasyah bin Muhshin.
Berdirilah
dia di depan Nabi Muhammad SAW dan berkata: “Demi Ayah dan Ibuku sebagai
tebusanmu Ya Rasulullah, seandainya engkau tidak mengumumkan kepada kami
berkali-kali, tentu aku tidak akan mengajukan sesuatu mengenai itu. Sungguh aku
pernah bersamamu di Perang Badar. Saat itu untaku mendahului untamu. Maka
turunlan aku dari unta dan mendekatimu agar aku dapat mencium pahamu. Tetapi
engkau lalu mengangkat tongkat yang biasa engkau pergunakan untuk memukul unta
agar cepat jalannya dan engkau pukul
lambungku. Aku tidak tahu apakah itu atas kesengajaan dirimu
atau engkau maksudkan untuk memukul untamu ya Rasulullah?”.
Rasulullah
bersabda: “Mohon perlindungan kepada Allah hai Akasyah, kalau Rasulullah
sengaja memukulmu.”
Bersabda
lagi Beliau kepada Bilal: “Hai Bilal, berangkatlah ke rumah Fathimah dan
ambilkan tongkatku.”
Maka
keluarlah Bilal dari Masjid sedang tangannya diatas kepalanya: “Ini adalah
Rasulullah, sekarang Beliau memberikan
dirinya untuk diqishash.”
Dia
mengetuk pintu Fathimah, dan bertanyalah Fathimah: “Siapa yang ada di depan
pintu?”
Bilal
menjawab: “Aku datang untuk mengambil tongkat Rasulullah”
Fathimah
bertanya: “Hai Bilal, apa yang akan diperbuat Ayah dengan tongkat itu?”
Bilal menjawab:
“Hai Fathimah, Ayahmu memberikan dirinya untuk di qhisash.”
Fathimah
bertanya lagi: “Hai Bilal, siapakah
yang sampai hatinya mau membalas pada Rasulullah?”
Lalu Bilal
mengambil tongkat itu dan masuklah dia ke Masjid serta memberikan tongkat itu
kepada Rasulullah, sedang Rasul kemudian menyerahkannya kepada Akasyah.
Ketika Abu
Bakar dan Umar ra. memandangnya, maka berdirilah
mereka berdua dan berkata: “Hai Akasyah, aku masih berada
didepanmu, maka balaslah kami dan janganlah engkau membalas kepada Nabi
Muhammad SAW.”
Bersabdalah
Rasulullah SAW: “Duduklah engkau berdua, Allah telah mengetahui kedudukanmu.”
Berdiri pula Ali ra. dan berkatalah
dia: “Hai Akasyah, aku masih hidup di depan Nabi Muhammad SAW. Tidak akan aku
sampai hati kalau engkau membalas Rasulullah SAW. Ini punggungku dan perutku, balaslah aku dengan
tanganmu dan deralah aku dengan tanganmu.“
Nabi
Muhammad SAW bersabda: “Hai Ali, Allah telah mengetahui kedudukan dan niatmu.”
Berdiri
pula Hasan dan Husain, dan mereka berkata: “Hai Akasyah, bukankan engkau
mengenal kami berdua. Kami adalah dua
orang cucu Rasulullah. Membalas kepada kami adalah sama seperti
membalas kepada Rasulullah.”
Nabi
Muhammad SAW bersabda: “Duduklah engkau berdua wahai penyejuk mataku.”
Kemudian
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Hai Akasyah, pukullah kalau engkau mau memukul.”
Akasyah
berkata: “Ya Rasulullah, engkau memukulku dahulu dalam keadaan aku tidak
terhalang pakaianku.”
Lalu
Rasulullah menyingkapkan pakaiaannya, dan berteriaklah orang-orang Islam yang
hadir seraya menangis.
Ketika
melihat putihnya jasad Rasulullah, Akasyah
menubruknya dan mencium punggungnya.
Berkatalah dia: “Nyawaku sebagai tebusanmu ya Rasulullah, siapakah yang akan sampai hati untuk membalasmu ya Rasulullah. Aku melakukannya hanya mengharapkan agar tubuhku dapat menyentuh jasadmu yang mulia, dan Allah akan memelihara aku berkat kehormatanmu dari neraka.”
Berkatalah dia: “Nyawaku sebagai tebusanmu ya Rasulullah, siapakah yang akan sampai hati untuk membalasmu ya Rasulullah. Aku melakukannya hanya mengharapkan agar tubuhku dapat menyentuh jasadmu yang mulia, dan Allah akan memelihara aku berkat kehormatanmu dari neraka.”
Bersabdalah
Nabi Muhammad SAW: “Ingat, barang
siapa yang ingin melihat penghuni surga maka hendaklah dia melihat orang ini.“
Semua orang
Islam yang hadir berdiri, dan mencium antara kedua mata Akasyah seraya berkata:
“Beruntung sekali engkau, engkau berhasil mendapatkan derajat yang tinggi dan
berkawan dengan Nabi Muhammad SAW di surga. (Sumber)