Penyusun Kamus Al-Munawir Wafat
Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Kabar duka datang dari Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta. KH Ahmad Warson Munawwir men...
https://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2013/04/penyusun-kamus-al-munawir-wafat.html?m=0
Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Kabar duka datang dari Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta. KH Ahmad Warson Munawwir meninggal dunia pada Kamis (18/4) pagi tadi sekitar pukul 06.00 WIB.
Jenazah penyusun kamus besar Arab-Indonesia "Al-Munawwir" ini akan dimakamkan pada sore ini sekitar pukul 16.00 WIB di Krapyak Yogyakarta.
Kyai mantan wartawan dan bersahaja ini lahir pada Jumat Pon, 20 Sya'ban 1353 H. / 30 Nopember 1934. Beliau yang bernama lengkap KH. Ahmad Warson Munawir adalah putra dari pendiri Pesantren Al-Munawwir, pesantren salaf tertua di Jogjakarta, KH. M. Munawwir
Kiai Maman Imanulhaq, sekjend Ekayastra yang akrab dipanggil kang Maman, punya kenangan tersendiri dengan almarhum. Puteri pertamanya, Fahma Amirotulhaq, sengaja dititipkan di Kiai Warson, "Supaya puteriku jadi NU tulen dan belajar dari sifat rendah hati dan ketekunan Kiai Warson," alasan Kang Maman.
Saat Kiai Warson berencana dioperasi di Jakarta, kang Maman berkali-kali dihubungi asisten Kiai Warson Mas Hadi bahwa Kiai ingin bertemu. Maka seusai pertemuan dengan Wakapolri di Trunojoyo, Kang Maman bersama salah satu ketua PBNU, H. Muhyyidin Arubusman, menemui Kiai Warson di satu apartemen di Tebet. Dalam pertemuan ini Kiai Warson mengungkapkan keinginannya untuk "Pulang" ke Krapyak.
Kiai Warsun pun bercerita tentang hubungan erat dua Ormas besar NU dan Muhamadiyah, bahkan diikat tali persaudaraan yang kuat. "Istri Kiai Dahlan itu keluarga pesantren kami," ujar Kiai Warson. Ia menuturkan kiprah para alumni pesantren di semua bidang kehidupan.
"Yang penting ilmu itu manfaat dan mashlahat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara," nasehat Kiai Warson.
"Saya dan kang Maman dipeluk erat oleh almarhum. Sambil terus tersenyum, menutupi rasa sakitnya, Kiai Warson memberi support agar terus membina umat," kenang Muhyyidin.
Tidak hanya kaum Nadhiyyin, bangsa Indonesia kehilangan tokoh yang penuh semangat, vitalitas, sederhana dan renda hati. Karakter yang banyak hilang pada sosok mereka yang hari ini "mengaku" pemimpin.
Selamat Jalan, Kiai Warson!. Kamus Al-Munawir, Perjalanan Kewartawanan dan mengasuh Pesantren telah membuktikan bahwa dengan mengabarkan dan kerja keras kehidupan ini telah Engkau maknai