Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab Membantah Kaum Salafi
Zaman ini, musibah besar tengah melanda umat Islam. Belum lagi kaum muslimin diserang dari segala penjuru oleh orang-orang dari lua...
https://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2013/04/syaikh-muhammad-bin-abdul-wahab.html?m=0
Zaman ini, musibah besar tengah melanda umat Islam. Belum lagi kaum muslimin diserang dari segala penjuru oleh orang-orang dari luar Islam, secara fisik, psikis, sosial, budaya dan lain-lain, mereka juga dilanda perpecahan yang seakan tidak akan dapat dipersatukan. Hal ini menyebabkan sebagian mereka yang mempunyai “sakit” dalam hati semakin ragu akan janji pertolongan Allah bahkan ragu akan kebenaran Islam itu sendiri. Namun bagi mereka yang benar-benar beriman, musibah ini semakin membuat iman mereka kuat, pasrah, tenang, dan ridlo terhadap apa yang telah apa yang ditakdirkan Allah kepada mereka.
Perpecahan yang terjadi bukan hanya sebatas perselisihan pendapat yang dapat diselesaikan melalui dialog. Perpecahan ini bukan hanya sebatas saling menyalahkan yang dapat dikompromikan. Perpecahan ini sampai pada saling mengkafirkan, menebar fitnah, menelanjangi kehormatan, menyebarkan aib yang lain dan menanamkan permusuhan kepada yang lain, hingga tertumpahnya darah kaum muslimin tidak dapat terlelakkan.
Ada sekelompok umat Islam yang menggolongkan dirinya sebagai pengikut salaf, mengaku sebagai ahli hadits, merasa berada di jalur haq, pemurni agama dari bid’ah, khurafat dan syirik dan pembela sunnah dan tauhid. Tetapi, dari mulut mereka keluar ucapan-ucapan yang sama sekali tidak mencerminkan pengikut kaum salaf. Mereka selalu meneropong kesalahan orang lain, lalu menggolongkannya kepada kelompok yang sebenarnya tidak layak disandangkan kepada seorang muslim, lebih-lebih lalu disebarkan kepada khalayak ramai.
Mereka berkata bahwa diantara ulama-ulama yang berada di dalam barisan mereka adalah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab –rahimahullah--. Mereka pun banyak mengeluarkan pendapat yang dinisbatkan kepadanya, hingga kelompok diluar mereka menyebut mereka sebagai kelompok Wahabi.
Informasi yang beredar dari berbagai media, buku dan kitab memang mengindikasikan demikian. Bahkan Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahab, adik Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab sendiri menyusun sebuah kitab khusus yang membantah pemikiran-pemikirannya. Namun, dalam kitab “At-Tahdzir Minal Mujazafah bit Takfir”, Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Hasani Al-Maliki menyatakan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab sendiri mengingkari segala apa yang telah dinisbatkan kepadanya. Dalam kitab ini beliau tulis sebuah nukilan risalah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang ditujukan kepada penduduk al-Qashim. Risalah ini bersifat pribadi dan berada dalam kompilasi karya-karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab (Majmu’ah Mu’allafat as-Syaikh al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab) yang diterbitkan oleh Universitas Islam Muhammad bin Su’ud.
Sebagian isi risalah ini mungkin tidak disebutkan oleh kelompok salafi, sebab bertentangan dengan pendapat dan idelologi mereka. Dalam risalah ini Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab mengatakan:
“Telah kalian ketahui bahwasanya aku mendengar Sulaiman bin Suhaim telah mengirim surat kepada kalian. Bahkan, kalangan orang-orang berilmu di daerah kalian menerima dan membenarkan isi surat itu. Sungguh, Allah Maha Mengetahui bahwasanya orang itu (Sulaiman bin Suhaim) telah berbohong mengatasnamakan aku dalam beberapa perkara yang aku tidak mengucapkannya. Bahkan, tidak pernah terlintas dalam hatiku. Diantara isi surat itu yang dia tulis bahwa aku mengingkari kitab-kitab empat madzhab yang ada dan aku berkata, sesungguhnya manusia selama 600 tahun telah hidup dalam keadaan sia-sia dan bahwa aku mengaku sebagai mujtahid, aku tidak bertaqlid, dan aku berkata bahwa perbedaan pendapat diantara para ulama adalah bencana dan bahwa aku mengafirkan orang-orang yang bertawasul denga orang-orang sholeh, dan bahwa aku mengafirkan Al-Bushiri karena dia berkata “Wahai makhluk termulia” , dan bahwa aku berkata, andai aku mampu menghancurkan kubah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam niscaya akan aku hancurkan dan andai aku mampu, aku akan mengambil talang emas ka’bah dan aku ganti dengan talang kayu, dan aku mengharamkan ziarah ke makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. dan aku mengingkari ziarah kepada kedua orang tua dan lainnya, dan aku bersumpah dengan selain nama Allah ta’ala dan aku mengafirkan Ibnu al Faridl dan Ibnu ‘Arobiy, dan aku membakar kitab Dalailul Khoirot dan Kitab Roudur Royyahin dan menamainya Roudus Syaithan.
Aku jawab semua masalah ini seraya aku katakana, “Maha Suci Engkau ya Allah, ini adalah kedustaan yang besar” dan sebelumnya telah ada orang yang mendustakan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. juga telah ada orang yang menghina Isa bin Maryam dan orang-orang shaleh sehingga hati mereka menjadi serupa dalam kedustaan dan kebohongan. Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah dan mereka itulah orang-orang pendusta.” (QS. An-Nahl: 105)
Mereka semua telah mendustakan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa para Malaikat, Isa, dan Uzair akan masuk neraka. Maka Allah Ta’ala menjawab perkataan mereka dengan firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari kami, mereka itu dijauhkan dari neraka.” (QS. Al-Anbiya’: 101)”
Surat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang dikirim kepada as Suwaidi, seorang ulama di Iraq, sebagai jawaban dari surat as Suwaidi kepadanya. Dalam suratnya ini Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata:
“Sungguh, menyebarkan kebohongan adalah hal yang memalukan bagi orang yang berakal apalagi mengadakan kebohongan. Adapun yang Anda katakana bahwasanya aku mengafirkan segenap manusia kecuali pengikutku sungguh mengherankan. Bagaimana hal ini bisa terpikirkan oleh orang yang berakal? Apakah pantas seorang Muslim berkata demikian? Adapun yang Anda katakan bahwa aku berkata, andai aku mampu menghancurkan kubah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. niscaya akan aku hancurkan. Juga tentang kitab Dalailul Khairat, bahwa aku melarang untuk bersholawat kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal itu semua adalah dusta belaka dan seorang Muslim tidak akan berkeyakinan adanya hal yang lebih mulia daripada kitab Allah Ta’ala"