Islam Dan Industri Kertas
Buku adalah jendela dunia. Sebagai sarana utama dalam transformasi pengetahuan, buku memiliki peran vital dalam sejarah kemajuan intelekt...
https://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2012/11/islam-dan-industri-kertas.html?m=0
Buku adalah jendela dunia. Sebagai sarana utama dalam transformasi pengetahuan, buku memiliki peran vital dalam sejarah kemajuan intelektual umat manusia.
Komponen utama buku, kertas, tidak bisa kita kesampingkan dalam hal ini. Sejarah membuktikan bahwa ditemukannya kertas menjadi titik kebangkitan intelektual, di mana umat Islam menjadi aktor utama di baliknya.
Mengingat besarnya peran kertas dalam sejarah peradaban manusia, tak heran bila Michael Hart memasukkan Ts’ai Lun, sang penemu kertas, dalam urutan ke-7 dalam daftar 100 tokoh paling berpengaruh dalam bukunya.
Tulisan berikut akan mengurai sedikit hal mengenai asal mula kertas dan sejarah perkembangannya, termasuk peran umat Islam di balik industri pembuatan kertas.
Ditemukan di Cina
Sebelum kertas ditemukan, manusia kuno menulis isi pikiran mereka di atas batu dan tulang belulang. Menulis di atas batu telah dilakukan bengsa Sumeria sejak 3.000 tahun SM. Pertengahan milenium kedua SM, orang-orang Khaldea dari Babylonia Kuno diketahui menulis di tanah liat.
Bangsa Romawi menggunakan perunggu untuk mencatat. Pada Abad ke-9 SM, buku-buku besar tersusun dari lembaran-lembaran kayu telah dipakai sebelum masa Homer. Sementara masyarakat Mesir kuno menggunakan papirus untuk menulis dan menggambar. Papirus—tanaman air yang banyak ditemukan di tepi sungai Nil—sudah menyerupai kertas. “Kertas” orang Mesir ini berkembang dengan pesat pada Abad ke-3 SM hingga 5 SM. Dari kata papirus ini pula orang Barat menyebut kertas dengan paper. Perlahan penggunaan papirus mulai berkurang ketika bangsa Mesir mulai beralih ke kulit binatang.
Kertas pertama kali ditemukan di Cina pada era kekuasaan kaisar Ho-Ti dari Dinasti Han. Konon, menurut sejarah lama Cina, cikal-bakal pembuatan kertas mulai dikembangkan seorang pejabat pemerintah bernama Ts’ai Lun pada tahun 105 M. Kertas yang dibuat Ts’ai Lun berasal dari kulit pohon murbei. Meski begitu, banyak pula yang meragukan Ts’ai Lun sebagai penemu kertas.
“Meski dokumen-dokumen sejarah lama Cina secara hati-hati dan eksplisit menyebut Ts’ai Lun sebagai penemu kertas. Namun, pastinya ide dan produk kertas tak muncul secara serta merta,” papar Sukey Hughes dalam buku Washi The World of Japanese Paper. Terlebih, peradaban Cina sudah mulai mengenal kertas sejak tahun 100 SM.
Selain peradaban Cina, konon bangsa India pun sejak awal Abad ke-5 M juga sudah mengenal kertas. Abad ke-7, pembuatan kertas sudah menjangkau negeri Jepang melalui Korea.
Mulai Dikenal Islam
Menurut Ziauddin Sardar, kertas kali pertama dikenal di dunia Islam pada Abd ke-8 M. di Samarkand, Irak. Teknologi industri kertas mulai berkembang di dunia Islam setelah Pertemuan Talas pada 751 M., sebuah pertemuan yang menjadi awal mula dominasi Islam di wilayah Asia Tengah.
Pasca perang antara Dinasti Abbasiyah vs Dinasti Tang tersebut, kaum Muslimin menawan orang Cina yang memiliki keterampilan membuat kertas. Mereka diberi fasilitas untuk mengembangkan keterampilan mereka. Sayangya, proses pembuatan kertas yang diperkenalkan orang-orang Cina itu tak bisa dilanjutkan, lantaran tak ada kulit pohon murbei di negeri-negeri Islam.
Para ilmuan Muslim pun memutar otak. Akhirnya terciptalah sebuah ide brilian. Mereka memperkenalkan penemuan baru dan inovasi yang mengubah keterampalian membuat kertas menjadi sebuah industri. Kulit pohon murbei diganti dengan pohon linen, kapas, dan serat.
Selain itu, para ilmuan Muslim juga memperkenalkan bambu yang digunakan untuk mengeringkan lembaran kertas ketika masih lembab. Inovasi lainnya, proses permentasi untuk mempercepat pemotongan linen dan serat dengan menambahkan pemutih atau bahan kimiawi lainnya.
Proses pembuatan kertas juga menggunakan palu penempa besar untuk menggiling bahan-bahan yang akan dihaluskan. Awalnya, proses ini melibatkan para pekerja ahli. Namun, seiring ditemukannya kincir air di Jativa, Spanyol pada 1151 M., palu penempa tak lagi digerakkan tenaga manusia. Sejak itu penggilingan bahan-bahan menggunakan tenaga air.
Tak lama kemudian, orang-orang Muslim memperkenalkan proses pemotongan kertas dengan kanji gandum. Proses ini mampu menghasilkan permukaan kertas yang cocok untuk ditulis dengan tinta. Sejak itu, industri kertas menyebar dengan cepat ke negeri-negeri Muslim.
Menjadi Sebuah Industri
Pada tahun 793 M., Khalifah Haruan ar-Rasyid membangun sebuah percetakan kertas di Baghdad. Pabrik-pabrik kertas lainnya kemudian bermunculan di Damaskus, Tiberia, Tripoli, Kairo, Fez, Sisilia, Jativa, Valencia, dan di berbagai belahan dunia Islam lainnya.
Wazir Dinasti Abbasiyah, Ja’far Ibnu Yahya, mulai mengganti perkamen (kulit binatang) dengan kertas di kantor-kantor pemerintahan. Pada Abad ke-10, berdiri pabrik kertas yang mengapung di sungai Tigris. Kertas pun begitu popular di dunia Islam dari India sampai Spanyol.
Saking populernya kertas, seorang petualang Persia pada tahun 1040 mencatat, di Kairo para pedagang sayuran dan rempah-rempah sudah menggunakan kertas untuk membungkus barang dagangan. Padahal, pada saat itu Eropa sama sekali belum mengenal kertas. Eropa yang tengah dicekam kegelapan masih memakai perkamen.
Orang Barat baru mengenal kertas beberapa ratus tahun setelah orang Muslim menggunakannya. Pabrik kertas pertama di Eropa dibangun pada 1276 M di Fabrino, Italia. Seabad kemudian, berdiri pabrik kertas di Nuremberg Jerman. Barat mempelajari tata cara membuat kertas, setelah Kristen menginvasi Spanyol Islam. Setelah kejayaan Islam redup, Barat akhirnya mendominasi industri kertas.
Puncaknya, pada mediaum Abad ke-15 M., Johan Gutenberg mencetak Bible, di mana hal itu menjadi gerbang dibukanya industri percetakan buku, dan dari sinilah kebangkitan intelaktual dunia Barat dumulai.
Jasa Islam
Umat Islam turut memberikan sumbangsih besar dalam sejarah perkembangan kertas. Cedekiawan Muslim, Ziauddin Sardar, menyebut bahwa industri pembuatan kertas yang dikembangkan pada masa kejayaan Islam merupakan peristiwa paling revolusioner dalam sejarah manusia.
“Produksi kertas tak hanya memberi rangsangan luar biasa untuk menuntut ilmu, tatapi mambuat harga buku semakin murah dan mudah diperoleh. Hasil akhirnya adalah revolusi budaya,” ujar Ziauddin Sardar. Menurutnya, produksi buku dalam skala yang tak pernah terjadi sebelumnya membuat konsep ilmu bertranformasi menjadi sebuah praktik yang benar-benar distributif.
Bermunculnya industri kertas pada kejayaan Islam juga telah melahirkan sejumlah profesi baru. Salah satunya adalah profesi warrâq. Mereka mejual kertas dan berperan sebagai agen. Selain itu, warrâqin juga bekerja sebagai penulis dan menyalin berbagai manuskrip yang dipesan para pelanggannya. Mereka juga menjual buku dan membuka toko buku.
Menurut Sardar, sebagai agen, warrâqin juga sering membuat sendiri kertas untuk mencetak buku. Sebagai penjual buku, warrâqin mengatur segalanya, mulai dari mendirikan kios di pinggir jalan hingga toko-toko besar yang nyaman jauh dari debu-debu pasar. Kios-kios buku itu umumnya berdiri di jantung kota-kota besar, seperti Baghdad, Damaskus, Kairo, Granada, dan Fez.
Seorang sarjana muslim al-Ya’qubi dalam catatannya mengungkapkan pada Abad ke-9, di pinggir kota Baghdad terdapat tak kurang dari 100 kios buku. Di toko-toko buku besar, kerap berlangsung diskusi informal bedah buku. Acara itu dihadiri para penulis dan pemikir terkemuka.
Sardar menuturkan, salah satu toko buku terkemuka dalam sejarah Islam adalah milik an-Nadim (w. 990 M) di Baghdad. Toko buku milik ilmuan penganut Syiah itu dipenuhi manuskrip dan dikenal sebagai tempat pertemuan para pemikir, penyair terkemuka pada masanya. Katalog buku-buku yang ada di tokonya, al-Fihrisat dilengkapi dengan catatan kritis. Katalog itu dikenal sebagai ensiklopedia kebudayaan Islam abad pertengahan.
Industri buku pun berkembang semakin pesat, membuka jalan untuk pembangunan perpustakaan-perpustakaan besar yang kelak akan dikenang sebagai gerbang kemajuan. Wallâhu a’lam…
Sumber: Buletin Sidogiri, edisi-61.