Ulama Zabid Yaman Kunjungi Assunniyyah
Sabtu, 19 Maret 2011 setelah isyak, saya ke PP. Assunniyyah untuk urusan bisnis. Sesampai di PP. Assunniyyah, mushalla induk putra telah dij...
https://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2011/03/ulama-zabid-yaman-kunjungi-assunniyyah.html?m=0
Sabtu, 19 Maret 2011 setelah isyak, saya ke PP. Assunniyyah untuk urusan bisnis. Sesampai di PP. Assunniyyah, mushalla induk putra telah dijejali para santri diiringi senandung "Simtud Durar" yang didendangkan Jamasy Group. Di teras ndalem KH. A. Sadid Jauhari, tampak beberapa pengurus sedang duduk. Di ruang tamu ndalem terlihat beberapa orang berjubah putih sedang berbincang-bincang. Ku tanya pada salah seorang santri, ada apa gerangan? Ia menjawab bahwa PP. Assunniyyah sedang mendapat kunjungan 3 orang syaikh terkemuka dari Zabid Yaman. Zabid adalah kota tempat munculnya ulama-ulama terutama dari kalangan Syafi'iyah, seperti Al-Imam Ibnu Muqri, pengarang kitab Al-Irsyad, Imam Ali Murtadlo Az Zabidi, dan Imam Abdurrahman Ad Diba'i pengarang Qashidah Diba'iyah. Di Zabid ini pula salah seorang putra Assunniyyah mondok, yaitu Muhammad Najib bin Ky. Ali Rusydi
Setelah sekian lama, ulama Zabid Yaman itu, dipersilahkan masuk ke Mushalla untuk memberikan bekal kepada para santri. Acara pun dimulai dengan muqassimul awqat, Ust. Mizan Rosyadi, Lc, salah seorang alumni Assunniyyah, yang juga lulusan Al Ahgaf University Hadramau Yaman. Sekarang, disamping mengajar di Madrasah Aliyah PP. Assunniyyah, pria kelahiran Senduro Lumajang ini juga menjadi dosen STAIFAS Kencong.
Acara selanjutnya, setelah pembacaan Ayat suci Al-Qur'an, menantu KH. Ahmad Sadid Jauhari, H. Ali Ridwan, pria asal Bangkalan Madura yang juga lulusan Rubat Darul Mustafa, Hadramaut Yaman, memberikan kata sambutan singkat, berupa syi'ir penghormatan terhadap para tamu yang mulia itu.
Syeikh Qasim Sholih Muhammad Al-Huzaimi, seorang mufti madzhab Hanafiyah di Zabid Yaman, memberikan muhadharah ula dengan penterjemah H. Muhammad bin Idris, alumni Assunniyyah, yang juga lulusan Rubat Tarim Hadramaut. Dalam muhadharahnya, setelah hamdalah dan shalawat Syeikh Qasim menyatakan kebanggaanya dengan kemajuan pendidikan di Indonesia. Beliau mengatakan bahwa saat beliau mengadakan rihlah mulai Jakarta, Surabaya, Lombok, dan lain-lainnya, hingga saat ini sampai di Assunniyyah, beliau melihat bahwa Indonesia, meskipun bukan orang Arab, semangat belajar agama penduduknya sedemikian besar dan pertumbuhan ilmu di Indonesia sangat pesat, berikut ulama-ulama yang ada, hingga pantas dikatakan Indonesia penuh dengan sumber ilmu.
Selanjutnya beliau menjelaskan fadilah-fadilah mencari ilmu yang begitu banyak. Dikatakan jarak antara seorang Ahli ilmu dengan mukmin yang lain, sejauh 700 derajat. Dalam Ta'limul Muta'allim disebutkan: "Sungguh seorang ahli fiqh, lebih berat menurut syetan dari pada seribu ahli ibadah". Beliau juga mengatakan dengan bersandar pada hadits, bahwa Allah dan para malaikat memberikan shalawat kepada para ahli dan pencari ilmu, hingga semua makhluk memohonkan ampunan bagi para ahli ilmu, tak terkecuali ikan-ikan yang ada di lautan. Dan juga Allah tidak akan menghapus dosa 40 orang mukmin, kecuali terlebih dahulu menghapus dosa 40 orang ahli Ilmu.
Namun demikian, --lanjut beliau-- niat mencari ilmu harus benar, yakni sebagai sarana di dalam bertmal ibadah kepada Allah SWT, karena sebagaimana dikatakan shahib (pengarang) Az-Zubad: "Barang siapa beramal ibadah tanpa ilmu, maka ibadahnya mardud (ditolak) dan tidak diterima".
Disamping itu, beliau menghimbau kepada seluruh santri untuk giat dan rajin di dalam mencari ilmu, disertai dengan niat yang ikhlas. Karena ilmu adalah syiar Islam. Lalu bertaqwalah dan Allah akan mengajarkan sesuatu kepadamu (ittaqullaha wa yu'allimukumullah"). Jadilah nomer dua diantara tiga orang; (1) Para Nabi dan Rasul, (2) Orang yang seperti tampar dan (3) orang yang seperti bola.
Untuk yang pertama, jelas kita tidak bisa menjadi seperti itu. Namun untuk yang kedua, kita bisa menjadi seperti itu. Karena seperti tampar, maka kendalikanlah diri sendiri, perbanyak mencari ilmu, diiringi dengan muhafadhoh alassunan, seperti shalat tahajjud, witir, dan shalat dhuha. Jangan menjadi kelompok nomor tiga, dimana ia dikendalikan syetan. Bagaikan bola ia ditendang kesana-kemari sesuai keinginan orang yang menendangnya.
Setelah itu, Syeikh Muhammad Salim Al-Abbasi menyampaikan muhadharah, dengan penerjemah KH. A. Sadid Jauhari. Berikut kurang lebih isi muhadlarah beliau:
Setelah hamdalah, shalawat dan salam beliau juga menyampaikan rasa bangga dan bahagia bisa mengadakan rihlah ke Indonesia, karena pesatnya perkembangan ilmu agama yang ada. Juga merasa bahagia karena metode yang digunakan sama dengan metode yang digunakan di daerah Yaman. Khusus di PP. Assunniyyah, disamping karena alasan tadi, kebahagiaan beliau juga dikarenakan adanya bintang-bintang ulama yang terdapat di Pondok ini, seperti yang telah diceritakan oleh sebagian orang kepada beliau. Maka beliau berharap agar para santri mau ber-mulazamah di pondok ini.
Keutamaan ilmu sudah jelas tidak samar lagi. Dalam hadits disebutkan: "Barang siapa memudahkan jalan dalam mencari ilmu, maka ia telah memudahkan jalan menuju masuk surga". Dimana surga merupakan sesuatu yang tidak ada mata melihat, tidak ada telinga mendengar dan tidak ada gerak hati yang melintas tentang surga. Di surga kita akan berdampingan dengan Rasulullah SAW dan kita nahzar (melihat) kapada Allah yang merupakan nikmat terbesar. Kita yang berada di Pesantren ini, menuntut ilmu merupakan awal perjalanan menuju syurga. Jalan inilah nikmat Allah yang wajib disyukuri ditengah banyaknya orang yang melalaikan.
Ilmu mempunyai dua fungsi, yiatu : (1) memperbaiki jiwa dan (2) meratakan kebaikan kepada seluruh umat. Namun demikian mencari ilmu membuthkan kesabaran. Sabar bagaikan butrowali yang pahit, tetapi suatu saat nanti manis yang akan diperoleh dengan kenikmatan yang lebih dari pada madu. Bagaimana tidak? Dengan jalan ini jiwa dapat diperbaiki, kebaikan akan merata pada semua masyarakat dan ahli ilmu adalah waratsatul anbiya'. Sabar dalam mencri ilmu, sabar dalam menjauhi maksiat dan sabar dalam taat.
Ada kisah yang perlu diteladi. Abdullah bin Abbas, setelah Rasulllah SAW wafat, ia mengajak teman-temannya untuk belajar kepada sesepuh-sesepuh sahabat. Temanya tidak mau karena malas dan menganggapnya tidak perlu, karena merasa masih banyak sahabat. Akhirnya Ibnu abas yang mau belajar, hingga ia punatan umat dan dibutuhkan banyak oramg. Teman-temannya mengatakan bahwa Ibnu Abbas lebih mempunyai pikiran baik dari pada mereka.
Seorang ulama ditanya ; "Bagaiamana engkau dapat memberpleh ilmu?". Ia menjawab: "Saya mendapat ilmu dengan sabar". "Bagaimana cara belajar sabar?" "Saya belajar dari belalang (hasyarah). Hewan kecil ini saja sangat bersemangat untuk naik. Tapi akhirnya dengan kesabarannya, walau berkali-kali jatuh, ia mampu mencapai puncak. Jika hewan kecil itu mampu demikian, tentu manusia lebih bisa".
Diantara bentuk ialah sabar dalam maksiat. Sekarang banyak sekali maksiat. Terutama memandang perempuan. Barang siapa mampu meningalkannya mala ia mendapatkan nur yang akan menjadi pelita yang menerangi jalan mencari ilmu. Perkataan Imam Syafii berikut dapat dijadikan contoh:
"Syakautu ila waqi'…."
Artinya kurang lebih: "Aku mengadu pada Waqi' (guru Imam Syafi'i) tentang hapalanku yang jelek. Beliau menasehatiku agar meninggalkan maksiat. Ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan berada di dada orang yang bermuat maksiat".
Selanjutnya ilmu harus diamalkan dan dipraktekkan, agar tidak menjadi fitnah di masyarakat. Amal adalah buah ilmu. Jika ilmu tidak diamalkan, bagai pohon tak berbuah, atau seperti seorang sakit yang memegang obat, namun ia tidak meminumnya.
Indonesia dengan jumlah penduduknya mencapai 250 juta, sementara daerah Yaman hanya 15 jutaan. Ini adalah sasaran yang besar dalam meyebarkan ilmu (nasyrul ilm). Jika kita mampu menjadi lampu penerang bagi mereka, maka beruntunglah, karena pahala akan terus-menerus datang kepada kita. Inilah tugas kita untuk memperbaiki masyarakat kita. Namun demikian dakwah harus dengan hikmah dam mau'idhoh hasanah.
Jangan pernah berputus asa. Teladanilah kisah keislaman Umar bin Khathab. Ada orang yang berkata : "Apakah mungkin Umar masuk islam?", "Tidak mungkin!", jawab yang lain. Namun akhitnya ia takluk dihadapan al-Quran dan menjadi orang terbaik kedua setelah Abu Bakr As-Shidiq.
Acara malam itu diakhiri doa oleh Mudir Jam'iah Zabid (penulis lupa namanya) yang sebelumnya menyampaikan dua malahadzah; (1) kegiatan mulai setelah maghrib tadi hingga saat ini merupakan amal shalihah yang akan dicatat pahala yang besar oleh Allah SWT. (2) Apa yang dilihat beliau di pondok-pondok pesantren yang beliau kunjungi adalah sesuatu yang sangat baik. Yakni tidak adanya ikhtilath (campur baur) lelaki dan perempuan yang merupakan asyaddul mahdhurat. Pesantren yang seperti ini adalah kebalikan dari jalan raya. Jika pesantren tidak seperti ini, maka ia tak ubahnya seperti jalan raya.
Wallahu A'lam Bis Shawab