Pakai Cadar Gak Wajib?
Sungguh benar sabda Rasulullah SAW: "Pada permulaannya agama ini asing, dan akan kembali asing". Dulu, saat awal perjuangan Rasu...
https://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2011/03/pakai-cadar-gak-wajib.html?m=0
Sungguh benar sabda Rasulullah SAW: "Pada permulaannya agama ini asing, dan akan kembali asing". Dulu, saat awal perjuangan Rasulullah SAW selama 13 tahun di Mekah, hanya sedikit manusia yang mau menerima, hingga saat Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, pemeluk Islam tidak lebih dari 200 orang. Sekarang, jumlah pemeluk Islam di seluruh dunia mencapai milyaran. Namun hanya sedikit diantara mereka yang mau melakukan ajaran Islam, bahkan sebagian umat Islam sendiri mengatakan ajaran Islam adalah penghambat kemajuan, dan penindas hak-hak manusia dan kebebasan. Indonesia sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia, juga tak jauh dari hal serupa. Kita sangat kesulitan mencari pemeluk Islam yang taat. Sehari-hari kita disuguhi kemaksiatan; menoleh kedepan maksiat, kebelakang maksiat, ke samping, ke atas ke bawah semuanya maksiat.
Wanita adalah kenikmatan dunia terbesar, karena keinginan duniawi akan muncul dalam diri seseorang ketika juga menjadi keinginan seorang wanita. Seorang suami mau beli mobil, sebagian besar dituntut isterinya. Ingin punya rumah mewah, juga karena wanita. Kerja siang malam, sampai-sampai kepala jadi kaki dan kaki jadi kepala, semua itu karena wanita. Tapi tidak semuanya lho...
Makanya, ajaran Islam sangat ketat dalam mengatur wanita. Tidak boleh keluar rumah sendiri lah, harus menutupi seluruh tubuh lah, harus gini, harus gitu, dan seterusnya. Tapi dalam kenyataannya, wanita masa kini bebas keluyuran siang malam, dengan dandanan yang katanya seksi, buka-bukaan aurat, berjalan lenggak lenggok, memancing "kucing" yang selalu mengintai. "Apa nak jadi sesudahnya?" Kata Upin. Ipin jawab: "ENTAH!".
Dalam kesempatan ini, sebenarnya penulis mau membahas cadar, tapi pembukaannya kok kaya' gitu? Tak mengapa lah! kan masih ada hubungan.
Begini! Di Indonesia, wanita bercadar masih kontroversi. Ada yang bilang, anak buahnya Amrozi CS, ada yang bilang ninja kesasar, ada yang bilang simpatisan PKC (Partai Kathok Cingkrang), dan anggapan-anggapan miring lainnya. Yang menjadi pertanyaan, wajibkah wanita memakai cadar? Padahal kalangan Ahlussunnah Waljamaah, --kalau di Indonesia orang NU-- yang menjadi mayoritas, wanita-wanitanya nyaris tidak ada yang bercadar. Padahal pula, sabda Nabi kalangan Ahlussunnah Waljamaah adalah kelompok yang paling benar diantara kelompok-kelompok Islam yang ada. Rasulullah bersabda:
"Sesungguhnya ummatku tidak bersepakat dalam kesesatan. Jika kalian melihat perbedaan, maka tetaplah bersama kelompok terbesar". (HR. At Tirmidzi, Abu Naim, Al hakim).
Nah, kelompok terbesar saat ini siapa? Ya Ahlussunnah waljamaah. Makanya jangan neko-neko! Pake yang biasa dan umum lah!
Hukum Memakai Cadar
Aurat perempuan di luar shalat dibagi menjadi : (1) aurat perempuan di hadapan lelaki lain (ajnabi), (2) aurat perempuan di hadapan lelaki yang mahram, (3) aurat perempuan di hadapan sesama muslim perempuan, dan (4) aurat perempuan di hadapan perempuan kafir. Dan akan dibahas pada tulisan saat ini adalah aurat perempuan yang pertama.
Sebenarnya para ulama berbeda pendapat mengenai wajah, apakah termasuk aurat perempuan yang harus ditutupi saat di hadapan lelaki lain atau tidak. Jumhur ulama (mayoritas ulama) empat madzhab mengatakan bahwa wajah dan telapak tangan bukan aurat. Alasan yang dikemukakan, selaian karena wanita membutuhkan (al-hajah) interaksi dengan lelaki lain dalam mu'amalah, juga berdasar pada firman Allah :
إن أمتي لا تجتمع على ضلالة فإذا رأيتم الإختلاف فعليكم بالسواد الأعظم
"Sesungguhnya ummatku tidak bersepakat dalam kesesatan. Jika kalian melihat perbedaan, maka tetaplah bersama kelompok terbesar". (HR. At Tirmidzi, Abu Naim, Al hakim).
Nah, kelompok terbesar saat ini siapa? Ya Ahlussunnah waljamaah. Makanya jangan neko-neko! Pake yang biasa dan umum lah!
Hukum Memakai Cadar
Aurat perempuan di luar shalat dibagi menjadi : (1) aurat perempuan di hadapan lelaki lain (ajnabi), (2) aurat perempuan di hadapan lelaki yang mahram, (3) aurat perempuan di hadapan sesama muslim perempuan, dan (4) aurat perempuan di hadapan perempuan kafir. Dan akan dibahas pada tulisan saat ini adalah aurat perempuan yang pertama.
Sebenarnya para ulama berbeda pendapat mengenai wajah, apakah termasuk aurat perempuan yang harus ditutupi saat di hadapan lelaki lain atau tidak. Jumhur ulama (mayoritas ulama) empat madzhab mengatakan bahwa wajah dan telapak tangan bukan aurat. Alasan yang dikemukakan, selaian karena wanita membutuhkan (al-hajah) interaksi dengan lelaki lain dalam mu'amalah, juga berdasar pada firman Allah :
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
"dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya" (QS. An Nur:31)
Yang dimaksud "ma dzahara minha" ialah apa yang biasa nampak dari tempat diletakkannya perhiasan, yaitu wajah dan telapak tangan. Celak adalah perhiasan wanita yang diletakkan di wajah dan cincin adalah perhiasan yang diletakkan di tangan. Menurut ulama lain, semua bagian dari tubuh wanita adalah perhiasan dan perhiasan (bagian tubuh) wanita yang biasa nampak ialah wajah dan telapak tangan.
Dari hadits Nabi SAW, dalil yang digunakan jumhur ialah hadits riwayat Asma', Rasulullah bersabda:
يَا أَسْمَاءُ إنَّ الْمَرْأَةَ إذَا بَلَغَتْ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إلَّا هَذَا وَهَذَا , وَأَشَارَ إلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ
"Wahai Asma'!, Jika perempuan sudah mencapai umur baligh, maka bagian tubuhnya tidak pantas untuk dilihat, kecuali ini dan ini". Beliau menunjuk wajah dan kedua tangannya".
Walaupun demikian, jumhur ulama memberikan batasan bahwa, diperbolehkannya membuka wajah (tidak bercadar) dan telapak tangan di hadapan lelaki lain, selama aman dari fitnah. Fitnah ialah: keinginan untuk melakukan zina atau pembukaannya. Termasuk pembukaan zina, memandang, menyentuh dan seterusnya.
Pendapat yang dzahir dari pendapat-pendapat Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa seluaruh bagian tubuh wanita adalah aurat ketika berada di hadapan lelaki lain, hatta kuku-kuku jari tangannya. Dalil yang digunakan pendapat ini ialah hadits Rasulullah SAW:
يَا عَلِيُّ لَا تُتْبِعْ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ فَإِنَّ لَك الْأُولَى , وَلَيْسَتْ لَك الْآخِرَةُ
"Wahai Ali! Jangan kau ikuti sebuah pandangan dengan pandangan yang lain. Boleh untukmu pandangan pertama, tidak pada pandangan terakhir (sesudahnya)".
Hukum Lelaki Memandang Wajah Perempuan Lain
Jawaban untuk masalah ini juga menjadi perdebatan ulama. Menurut kalangan Hanafiyah, Malikiyah dan pendapat muqabil shahih dari Syafi'iyyah, boleh selama tidak ada syahwat dan tidak ada dugaan kuat akan timbulnya syahwat. Dalilnya sama dengan hukum wanita bercadar.
Pendapat shahih dari madzhab Syafi'iyyah mengatakan bahwa memandang wajah perempuan lain adalah haram mutlak, baik ada fitnah atau tidak. Pendapat ini juga menjadi pendapat dhahir Imam Ahmad Bin Hanbal seperti yang dikemukakan di atas. Dalil yang digunakan adalah firman Allah:
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ
"Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir". (QS. Al Ahzab: 53).
Perihal ayat ini Imam Al-Qurthubi mengatakan bahwa dalam ayat ini Allah memberikan izin untuk meminta sesuatu kepada isteri-isteri nabi. Dalam segi makna semua perempuan masuk dalam hal ini. Maka haram bagi laki-laki memandang wajah perempuan lain tanpa ada keperluan, seperti perempuan yang berstatus saksi atau ada penyakit untuk diobati.
Keterkaitan Antara Memandang Wajah dan Menutupnya
Jika kita pahami pendapat-pendapat yang ada, secara umum seorang perempuan wajib menutup bagian tubuhnya di hadapan lelaki lain, ketika lelaki lain itu haram memandangnya. Maka, ketika lelaki haram memandang wajah perempuan, maka perempuan wajib menutup wajahnya. Tetapi sebenarnya, untuk masalah wajah dan telapak tangan tidak demikian. Kalau kita memakai madzhab Syafiiyah, dalam masalah bercadar bagi perempuan di hadapan lelaki lain, hukumnya tidak wajib, berdasarkan firman Allah dalam surah An-Nur: 31). Namun haram bagi laki-laki memandang wajahnya baik ada fitnah atau tidak. Nah ketika wanita-wanita Syafiiyah tidak memakai cadar, sementara lelaki haram memandangnya, maka wajib bagi lelaki untuk ghaddul bashar (memejamkan mata/mengalihkan pandangan).
Mengapa harus demikian? Bukankah lebih baik jika pihak perempuan diwajibkan memakai cadar. Ia memang, tetapi kalau dibuat begitu, bisa menimbulkan kesimpulan hukum bahwa laki-laki juga wajib pakai cadar. Lho kok bisa! Karena wanita haram memandang wajah laki-laki lain.
Kesimpulan
Dari sekian banyak perbedaan pendapat dengan alasan yang dikemukakan, semuanya sepakat bahwa wajib bercadar jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah jika tidak bercadar. Dan haram memadang wajah perempuan lain, jika ada syahwat atau ada dugaan kuat timbulnya syahwat. Maka untuk menghindari hal-hal yang itu, maka lebih baik jika seorang perempuan memakai cadar. Disamping untuk menghindari timbulnya fitnah, juga berfungsi untuk membantu para lelaki terhindar dari perkara yang diharamkan. Sekian! Wallahu A'lam.
Dari Berbagai Sumber
Benarkah hadits di atas? bagaimana sanadnya...
BalasHapusSedangkan ALLAH berfirman:
"Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)." (QS 6:116)
Itu maksudnya orang-orang kafir/nonmuslim. Bagaimana sih-_-
Hapus