Pertempuran Uhud; Pembalasan Dendam Musyrikin Mekah (1)
Penduduk Mekah dalam suasana marah atas kekalahan mereka dalam perang Badar yang berakibat terbunuhnya para pembesar mereka. Dalam dada ...
https://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2012/09/pertempuran-uhud-pembalasan-dendam.html?m=0
Penduduk Mekah dalam suasana marah atas kekalahan mereka dalam perang Badar yang berakibat terbunuhnya para pembesar mereka. Dalam dada mereka berkecamuk keinginan balas dendam. Mereka berusaha untuk tidak menangisi kematian pembesar mereka dan tidak mau tergesa-gesa melakukan penebusan terhadap tentara-tentara mereka yang menjadi tawanan Muslimin.
Dalam upaya balas dendam ini, mereka bersepakat untuk meminta bantuan Abu Sufyan untuk mempersiapkan tentara yang kuat melawan Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam-. Kekuatan mereka segera dipersiapkan didukung tentara-tentara yang mereka namakan al-Ahabisy. Dalam barisan tentara mereka ada tentara dari sekelompok besar kaum wanita supaya kaum lelaki tidak mundur saat bertempur dengan kaum Muslimin. Mereka keluar Mekah dengan kekuatan lebih dari 3000 prajurit.
Berita tentang berangkatnya musyrikin Mekah sampai kepada Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam--. Beliau segera bermusyawarah dengan para sahabat, lalu memberi pilihan kepada mereka antara keluar Madinah menyongsong penyerangan musyrikin atau bertahan di dalam Madinah. Sebagian kaum tua muslimin mengusulkan untuk tidak keluar dari Madinah. Abdullah bin Ubai bin Salul termasuk bagian dari orang yang mengusulkan hal ini. Tetapi sebagian besar sahabat yang belum merasakan kemuliaan dalam perang Badar menginginkan keluar dari Madinah. Mereka matur kepada Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam-: “Wahai Rasulullah keluarlah bersama kami menuju musuh-musuh kita, jangan sampai mereka melihat kita pengecut dan lemah!”.
Desakan ini terus-menerus datang kepada Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam-, hingga Rasulullah pun memutuskan keluar sesuai keinginan mereka. Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- masuk rumah, lalu memakai baju perang dan mengambil pedang. Mereka yang tidak senang Rasulullah atas keputusan Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- ini berusaha mencegah Rasulullah. Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda: “Tidak sepantasnya seorang nabi yang telah memakai baju perang untuk menanggalkannya, hingga ia berperang!”.
Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- keluar Madinah bersama 1000 sahabat, pada hari sabtu, 7 Syawal 32 bulan setelah hijrah, setahun lebih seminggu setelah perang Badar. Ketika pasukan muslimin berada di posisi dekat dengan gunung Uhud, Abdullah bin Ubai bin Salul berkhianat. Ia bersama sepertiga pasukan yang sebagian besar adalah para pengikutnya kembali ke Madinah. Abdullah bin Haram mengejar mereka berusaha membujuk agar tidak berkhianat, tetapi mereka tidak menghiraukannya, dan berkata: “Kalau kami tahu ini adalah perang, maka kami tidak akan mengikuti kalian”.
Di pihak muslimin terjadi perbedaan pendapat menanggapi pengkhinatan itu. Al-Bukhari meriwayatkan diantara muslimin menyarankan untuk memerangi para pengkhianat itu, dan sebagian yang lain menyarankan untuk membiarkan. Lalu turunlah firman Allah:
فَما لَكُمْ فِي الْمُنافِقِينَ فِئَتَيْنِ وَاللهُ أَرْكَسَهُمْ بِما كَسَبُوا أَتُرِيدُونَ أَنْ تَهْدُوا مَنْ أَضَلَ اللهِ (النساء: 88)
Artinya: “Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, Padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri ? Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah”. (QS. An-Nisa’: 88)
Sebagian sahabat menyarankan untuk meminta bantuan orang-orang Yahudi, mengingat antara mereka dan Muslimin masih dalam masa perjanjian untuk saling bantu-membantu. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Jangan sampai kita meminta pertolongan kepada kaum musyrik untuk memerangi kaum musyrik”.
Tentara Islam yang berjumlah tidak lebih dari 700 orang berada dalam formasi yang kompak dengan panjang front kurang lebih 1.000 yard. Sayap kanan berada di kaki bukit Uhud sedangkan sayap kiri berada di kaki bukit Ainain (tinggi 40 kaki, panjang 500 kaki). Sayap kanan Muslim aman karena terlindungi oleh bukit Uhud, sedangkan sayap kiri berada dalam bahaya karena musuh bisa memutari bukit Ainain dan menyerang dari belakang, untuk mengatasi hal ini Rasulullah menempatkan 50 pemanah di Ainain dibawah pimpinan Abdullah bin Jubair. Rasulullah menginstruksikan kepada mereka untuk tidak meninggalkan posisi apa pun terjadi, apakah muslimin kalah atau menang.
Di belakang pasukan Islam terdapat 14 wanita yang bertugas memberi air bagi yang haus, membawa yang terluka keluar dari pertempuran, dan mengobati luka tersebut. Di antara wanita ini adalah Fatimah, putri Rasulullah yang juga istri Ali. Rasulullah sendiri berada di sayap kiri.
Posisi pasukan Islam bertujuan untuk mengeksploitasi kelebihan pasukan Islam yaitu keberanian dan keahlian bertempur. Selain itu juga meniadakan keuntungan musuh yaitu jumlah dan kavaleri. Kuda pasukan Islam hanya 2, salah satunya milik Rasulullah.
Rasulullah memegang pedang dan berkata: “Siapa yang akan membawa pedang ini?” Abu Dajanah maju dan berkata: “Saya akan membawanya!”. Setelah Abu Dajanah menerika pedang dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, ia memakai ikat merah di kepalanya, lalu berlalu lalang diantara basiran tentara perang. Selanjutnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberkan panji kepada Mush’ib bin Umar.
Tentara Quraish berkemah satu mil di selatan bukit Uhud. Abu Sufyan mengelompokkan pasukan ini menjadi infantri di bagian tengah dan dua sayap kavaleri di samping. Sayap kanan dipimpin oleh Khalid bin Walid dan sayap kiri dipimpin oleh Ikrimah bin Abu Jahal, masing-masing berkekuatan 100 orang. Amr bin Al Aas ditunjuk sebagai panglima bagi kedua sayap tapi tugasnya terutama untuk koordinasi. Abu Sufyan juga menempatkan 100 pemanah di barisan terdepan. Bendera Quraish dibawa oleh Talha bin Abu Talha.
Pertempuran pun terjadi. Kaum muslimin mulai merasakan pertahanan kaum musyrikin yang kuat, sementara para mubariz (pelaku perang tanding) dari kaum muslimin ialah Abu Dajanah, Hamzah bin Abi Thalib dan Mush’ib bin Umair.
Ketika Mush’ib sebagai pemegang panji gugur, posisinya digantikan Ali bin Abi Thalib, hingga Allah menurunkan pertolonganNya. Pasukan musyrikin mulai kocar kacir.
Pasukan pemanah yang berada di atas gunung yang melihat kaum musyrikin sudah terdesak, berselisih pendapat apakah turun atau tidak. Akhirnya sebagian besar mereka menuruni gunung Uhud, menyangka bahwa perang sudah berakhir. Sedangkan pemimpin pasukan pemanah Abdullah bin Jubair tetap bertahan bersama sebagian kecil pasukannya. Ia berkata: “Aku tidak akan melanggar perintah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam!”.
Bersambung